Kami benar-benar ke tempat sejarahnya lelakiku ini. Aku dilewatkan di SD, SMP, dan SMA. Setiba di sekolah yang termasuk untuk golongan elit ini dia memarkirkan mobil. Bapak-bapak yang menyapu di pelataran dengan tergopoh keluar dari pintu gerbang. "Eh, Nak Hendra. Mobilnya mau dimasukkan saja," ucapnya. Dia akan membuka gerbang lebar-lebar, tetapi Mahendra mencegahnya. "Tidak usah, Pak Sobirin. Biarkan saja mobil di luar. Tapi saya permisi masuk sebentar, boleh?"Bapak tua itu tersenyum lebar menunjukkan gigi depannya yang ompong. "Sangat boleh, dong. Monggo silakan," ucapnya sambil memundurkan badan. Laki-laki dengan rambut sudah penuh uban, tetapi penampilannya begitu rapi untuk sebutan tukang sapu. Mata ini menelisik sandal jepit yang bermerk, begitu juga dengan baju dan celana pendek selutut yang dia kenakan. Walaupun tidak mewah, tetapi terlihat berkelas. Apalagi rambutnya yang panjang diikat rapi ke belakang.Aku mengangguk kepadanya dengan isi kepala mulai menerka-nerka. Tid
Last Updated : 2025-08-18 Read more