All Chapters of Pengantin Pengganti untuk Tuan Zander: Chapter 71 - Chapter 80

Lelang amal berlangsung dengan meriah. Satu per satu barang berharga diperebutkan para tamu undangan. Suasana penuh riuh tepuk tangan, desis kagum, hingga lirikan-lirikan penuh gengsi. Mereka berebut untuk mendapatkan penghargaan tertinggi dengan menyumbangkan uang paling banyak. Di antara semua itu, Selina duduk dengan tenang di samping Zander. Sepanjang acara, tangan sang suami tak pernah lepas dari jemarinya, seolah takut akan terjadi hal yang serupa seperti tadi. Hingga akhirnya, acara mendekati penghujung. Lampu sorot diarahkan ke panggung utama, dan pembawa acara dengan suara lantang mengumumkan puncak tertinggi dari dermawan di acara lelang. “Dan penyumbang terbesar malam ini… jatuh kepada—Tuan Zander Castellvain!” Seketika aula dipenuhi tepuk tangan gemuruh. Beberapa tamu berdiri, menunjukkan rasa hormat. Nama Castellvain kembali menggema, menjadi pusat perhatian. Selina menoleh pada suaminya dengan senyum bangga. Matanya berbinar, seolah ikut menyerap kebesaran nama i

Terlentang, hadap kanan, hadap kiri, hingga tengkurap pun sudah dicoba. Namun Selina tak kunjung bisa memejamkan mata. Entah tubuhnya terlalu lelah karena ikut acara lelang dari pagi tembus malam. Atau pikirannya yang tak bisa tenang lantaran banyak kejadian yang dia lalui hari ini. ‘Aku benar-benar tak bisa tidur!’ resahnya dalam hati. Terpaksa dia bangun, mengganti posisi dengan menyandarkan tubuhnya. Selina mengatur frekuensi napasnya agar lebih rileks. Tarik napas… Buang! Dia ulangi cara itu hingga mencapai tahap hampir sempurna untuk terlelap. Akan tetapi, bayangan tentang kejadian di lelang tadi muncul kembali di kepala. Bukan karena gangguan Felicia, bukan pula karena Alenka dan Rajendra. Justru yang paling mengganggu adalah saat wajah Zander tersebar. “Aihhh…” Selina berdecak kesal. Pikiran-pikiran itu terus menganggunya. Lantas, dia melirik ke samping. Zander sudah berbaring tenang, wajahnya menghadap ke arahnya. Lelaki itu tampak seakan sudah tertidur, napasn

Sorot kamera, kilatan lampu blitz, dan hiruk pikuk suara wartawan bercampur jadi satu di depan gedung Castellvain Group. Puluhan mikrofon teracung ke arah seorang pria yang akhirnya muncul di hadapan publik tanpa penutup wajah.Zander Castellvain, CEO Castellvain Group keluar dari mobil. Untuk pertama kalinya, semua orang melihat jelas wajahnya. Tidak ada lagi topeng yang selama ini menutupi.Langkahnya tenang, matanya dingin menatap deretan wartawan yang sudah berbaris rapi. Suaranya mantap saat menjawab pertanyaan yang bersahut-sahutan.“Luka saya sudah sembuh,” katanya lantang, suaranya terdengar jelas meski riuh di sekitarnya. “Mulai hari ini, saya tidak akan lagi bersembunyi di balik topeng. Tidak ada lagi kesalahpahaman. Tidak ada lagi pertanyaan. Terima kasih!”Hening sejenak menyelimuti sebelum riuh tepuk tangan dan sorak memenuhi udara. Blitz kamera kembali meledak-ledak, seakan dunia tidak ingin melewatkan satu detik pun dari momen bersejarah itu.Sementara itu, di ruangan k

Langkah Zander bergema berat saat ia memasuki ruangan eksklusif itu. Udara di dalamnya seolah lebih padat dari luar, bercampur aroma kopi yang sudah dingin dan asap rokok yang samar. Di ujung meja panjang, Rajendra sudah duduk dengan gaya santai, kaki bersilang, senyum tipis menghiasi wajahnya. Di sebelahnya, Alenka tampak duduk dengan angkuh, menegakkan bahu seakan ruangan itu memang miliknya. “Lama sekali,” sindir Rajendra begitu Zander membuka pintu. “Aku hampir berpikir kau sengaja membuatku menunggu.” Zander menarik kursi tanpa basa-basi, duduk dengan wajah datar. “Aku datang. Itu sudah cukup,” balasnya dingin. Tatapannya segera bergeser pada sosok Alenka. “Tapi... kenapa dia ada di sini?” Alenka yang disinggung langsung berkerut tak senang. Dia menoleh ke arah Rajendra untuk meminta pembelaan. Rajendra mengangkat alis, masih dengan senyum tipis yang sangai. “Alenka adalah orangku. Sudah sewajarnya dia hadir dalam urusan Mahesvara," ujarnya. Zander mengetukkan ja

Selina baru saja menyelesaikan rangkaian perawatan panjang. Rambutnya sedikit berantakan, wajahnya lembap oleh peluh, dan langkahnya agak gontai. Meski begitu, ada rasa puas yang samar di dalam dirinya. Baru selangkah keluar dari ruang perawatan, tubuhnya mendadak ditabrak seseorang. “Eh—!” Selina terhuyung, hampir kehilangan keseimbangan. Seseorang yang tubuhnya lebih pendek langsung menubruk dan memeluknya erat. Selina terdiam sepersekian detik, sebelum matanya melebar. “L-Lumi?” Gadis itu mengangkat wajahnya. Senyum lebar tersungging, matanya berbinar. “Akhirnya aku bisa peluk kamu lagi!” Selina refleks ikut memeluk balik. Jantungnya berdegup hangat. “Astaga, aku kira kamu hilang ditelan bumi! Ke mana saja kamu, ha?” Lumi hanya terkekeh,melangkah santai, menggeret Selina untuk duduk di kursi tunggu bersamanya. “Aku punya misi di luar kota. Jadi, beberapa waktu ini… sorry banget, aku nggak bisa kasih kabar," jelas Lumi. Pekerjaan Lumi sebagai seorang hacker, terkadang di