Malam itu, desa masih berjaga. Obor tetap menyala di tiap sudut, bambu dan parang digenggam erat. Namun berbeda dari sebelumnya, ketakutan tak lagi mendominasi. Ada semacam keyakinan, meski tipis, bahwa mereka sudah melewati titik paling gelap.Arga duduk di depan pos jaga. Matanya berat, tapi pikirannya masih penuh dengan jejak-jejak kaki yang dilihat di bukit siang tadi. Ia tahu, serangan berikutnya pasti datang. Pertanyaannya hanya: kapan.Fajar datang dengan cahaya keperakan, membelah sisa kabut malam. Suara burung laut terdengar lagi—sesuatu yang sudah jarang sejak desa dilanda teror. Naya berdiri di tepi pantai, kain kerudungnya berkibar pelan ditiup angin.“Indah sekali, ya,” katanya lirih, seakan berbicara dengan dirinya sendiri.Arga mendekat, menatap matahari yang muncul perlahan. “Indah, tapi rapuh. Seperti desa ini.”Naya menoleh, tersenyum samar. “Kalau begitu, tugas kita menjaganya agar tidak hancur lagi.”Arga tidak menjawab, hanya menatap laut dengan mata yang menyimpa
Last Updated : 2025-08-31 Read more