Pagi itu, udara Lombok terasa pengap. Sinar matahari memantul dari permukaan laut, tapi di hati Arga dan Naya, cahaya itu sulit menembus bayangan ketakutan. Semalam, batu menghantam papan tulis darurat mereka. Itu bukan sekadar ancaman—itu peringatan.Namun pagi ini, anak-anak tetap datang. Ada yang masih dengan mata sembab, ada pula yang menunduk karena takut, tapi mereka duduk rapi di bawah pohon asam.Arga menarik napas panjang. Ia tahu semangat anak-anak ini tak boleh padam, tapi ia juga sadar mereka tak bisa sendirian. Setelah pelajaran selesai, ia dan Naya saling bertukar pandang.“Mas,” kata Naya lirih, “kalau Risman makin nekat, kita harus cari jalan. Kita tidak bisa hanya bertahan.”Arga mengangguk pelan. “Aku tahu. Sudah saatnya kita keluar dari lingkaran ini. Kita butuh sekutu.”Siang itu, mereka berjalan menyusuri jalan tanah menuju desa sebelah, Dusun Batu Layar. Desa itu dikenal punya beberapa pemuda yang merantau ke kota dan kembali dengan pandangan berbeda.Di balai ba
Terakhir Diperbarui : 2025-08-22 Baca selengkapnya