Listrik padam, lampu di lorong rumah sakit desa berkedip sekali sebelum kegelapan total menelan mereka. Hanya suara dengung generator cadangan yang memecah keheningan. Arga menarik Naya menjauh dari jendela. Ia tahu kilatan biru itu. Bukan lagi kilatan tersembunyi di bawah permukaan, tapi denyutan yang terang, seolah-olah sesuatu di bawah sana tengah menghirup udara malam."Kita harus pergi. Sekarang," bisik Arga. Wajahnya tegang, setiap ototnya kaku.Naya mengangguk, napasnya memburu. Perasaan teror perlahan menyelinap masuk, bukan lagi dari ombak raksasa atau raungan mesin yang sekarat, tapi dari kegelapan yang terasa hidup. Telepon misterius itu, kilatan biru di kejauhan, dan firasat buruk yang merayap di bawah kulitnya."Fadil..." kata Naya, menunjuk ke dalam ruang rawat. Fadil terbaring di ranjang, infus masih menancap di tangannya. Kelopak matanya bergetar, seolah ia tengah berjuang dalam mimpi buruk yang tak bisa dipecahkan.Arga melirik ke dalam, pandangannya beralih antara Fa
Last Updated : 2025-08-13 Read more