Devan menatap Cleo yang kini berlutut di hadapannya. Gadis itu—yang selama ini ia lindungi, ia cintai, dan ia jaga—kini memohon padanya… untuk berpura-pura mencintai wanita lain. Untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang bahkan pernah menyakitinya. Darah Devan seperti berhenti mengalir.Air mata menggenang di pelupuknya, lalu jatuh, satu demi satu, tanpa bisa ia cegah. Ia menoleh ke arah Pak Affandi dan Bu Sandara yang juga masih berlutut, wajah mereka penuh harap. Keenan hanya menunduk, menggenggam tangan ibunya. Tak satu pun kata keluar dari mulut mereka, tapi semuanya bersuara—tentang rasa takut kehilangan, tentang cinta yang telah putus asa.Namun yang paling menghantam adalah tatapan Cleo. Bukan tatapan marah, bukan tatapan kecewa—tapi pasrah. Tulus. Dan retak.Devan mengatupkan rahangnya. Hatinya menjerit. Tapi perlahan ia berlutut juga, tepat di hadapan Cleo.Tangannya terulur, menyentuh pipi Cleo yang basah oleh air mata. “Maafkan aku,” bisiknya lirih. “Maaf karena harus membua
Last Updated : 2025-07-12 Read more