"Apa, Nin?""Tolong temani aku sampai Adikku datang. Aku takut sendirian di sini, Mas."Ada kelegaan dalam dada setelah mengetahui jika yang menjemputnya adalah sang adik, itu artinya dia juga akan menjadi adikku. Ah, kesempatan ini akan kugunakan sebaik mungkin."Boleh," sahutku mantap.Senyum pun terbit dari bibirnya yang mungil. Ah, gemas banget aku, tiba-tiba sekilas bayangan melintas. Bayangan ketika aku bisa memagut bibir ranum itu. Begitu dekat, begitu nyata, hingga aku harus cepat-cepat menegakkan kepala agar tak kehilangan kendali."Terima kasih, Mas," ucap Anin yang sukses membuyarkan lamunanku. Suaranya lembut sekali, seperti dulu—suara yang selalu menenangkan badai dalam diriku."Ok." Aku masih menjaga sikap. Bersikap sewibawa mungkin. Semoga saja Anin terkesan dan hubungan kami bisa menjadi lebih dekat. Aku duduk di samping motor, menjaga jarak, tapi mataku tak bisa lepas darinya. Ada aura berbeda dari Anin malam itu. Ia memang terlihat lelah, tapi keanggunan itu tetap ta
Last Updated : 2025-09-03 Read more