Avenna menelan ludah. Bibirnya bergetar ketika bertanya,“Kenapa… kenapa mereka dibantai?”Leander menatapnya lama, seakan sedang menimbang sesuatu. Sorot matanya dalam, tapi penuh rahasia.“Aku tidak bisa memberitahumu sekarang,” jawabnya akhirnya, suaranya berat. “Aku harus memastikan sesuatu terlebih dahulu.”Avenna terdiam. Raina ikut mengerutkan dahi, matanya penuh tanya. Namun bibir Avenna terkunci. Pertanyaan itu terhenti di tenggorokannya, membeku bersama ketegangan yang memenuhi sisa perjalanan.***“Nona Raina! Kenapa Anda keluar lagi!” teriak seorang wanita berusia hampir lima puluh tahun, wajahnya pucat karena panik. Ia berlari kecil menghampiri, lalu menunduk ke arah Leander. “Maafkan Nona, Tuan… dia hanya anak remaja.” Nada suaranya memelas, penuh rasa bersalah.Raina hanya mencibir, bibirnya maju dengan wajah acuh tak acuh. Tanpa peduli, ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa, seakan malas meladeni siapa pun.Avenna memutar pandangannya. Matanya membesar, terperangah. Ia bahka
Last Updated : 2025-08-27 Read more