All Chapters of Sang Kekasih Berambut Merah: Chapter 71 - Chapter 80

Ada garis tipis antara cinta dan benci.Seseorang dengan cinta sebanyak itu akan membenci sebanyak itu pula.Begitu Maria tahu bahwa Sarkon tidak seperti yang dia bayangkan, cintanya padanya akan berubah menjadi perasaan jijik dan benci. Ketika itu terjadi, Claude akan menyambutnya dengan tangan terbuka lebar."Sejujurnya, aku belum pernah melihat Sarkon dengan wanita yang sama dua kali, jadi ini cukup mengejutkan." Claude memutar kemudi dengan tenang dan mobil berbelok ke kanan menuju Walden College.Maria terus menatap awan putih di langit. "Aku tidak mengerti mengapa kamu terus mengisyaratkan bahwa Sarkon memiliki banyak wanita. Aku hanya pernah melihatnya dengan satu wanita sejauh ini. ""Oh?"Maria memikirkan Lovette dan bertanya-tanya bagaimana dia akan menaggapi berita itu. Dia mungkin bereaksi lebih buruk daripada Maria, karena dia adalah pacar Sarkon. Dari caranya berbicara, Lovette tampaknya berpikir dia yang akan menikahi Sarkon.Saat itu M

Sarkon menghela napas dan berdiri."Kamu mau pergi ke mana?" Betty langsung ikut berdiri.Pria itu itu memandang tajam wanita cantik yang menjadi impian separuh pria di Lenmont - dan telah tidur dengan separuh dari mereka."Nona Loller," suaranya yang dalam mulai berbicara dengan geraman rendah. "Aku yakin urusanku sudah selesai di sini. Atau lebih tepatnya, sepertinya aku tidak ada urusan apa-apa di sini dan aku rasa ini sudah cukup. Selamat tinggal."Betty memelototi kue-kue yang belum tersentuh dan teh dingin dengan cemburu dan perasaan putus asa. Mencengkeram tinjunya, dia mengangkat hidungnya seperti burung merak yang bangga dan berkata dengan keras dan jelas, "Menurutmu mengapa saudaraku masih belum muncul?"Perkataan itu menarik perhatian si pria beringas.Betty tersenyum penuh kemenangan. Dia melangkah maju. "Aku yakin kamu sudah banyak mendengar tentang kakakku. Dia punya cara unik dalam menangani berbagai hal. Kita akan menghadapi lawan yang tang

Maria tersenyum di cermin pada bayangan pelayannya."Tidurku nyenyak. Terima kasih sudah bertanya, Sophie."Tangan pelayan itu membeku. Dia menatap wanita muda itu dengan heran.Maria juga ikut merasa bingung. "Ada apa, Sophie?""K-kamu tidak pernah mengatakan itu padaku, Nona."Sebuah tawa keluar dari bibir merah itu. "Aku hanya ingin berterima kasih padamu. Aku tidak pernah memberi tahu bahwa dirimu sudah seperti keluarga bagiku. "Sophie melingkarkan tangannya di bahu Maria. "Itu hal terbaik yang pernah dikatakan seseorang kepadaku, Nona. Terima kasih." Tersenyum seperti seorang ibu, dia menegakkan tubuhnya dan melanjutkan menyisir rambut merah yang indah itu menjadi cepol."Aku tidak pernah bisa mengikat rambut sepertimu, Sophie. Tolong ajarkan aku agar bisa melakukannya sendiri di sekolah. Ini sangat nyaman." Maria menolehkan pipinya ke kiri ke kanan lalu mengulanginya lagi untuk memeriksa tampilan akhir.Pelayan itu kembali berseri-seri. "T

Sophie berjalan ke sisi Sarkon dan menyapanya dengan membungkuk."Apa yang terjadi?" wali itu bertanya. "Bukankah dia seharusnya berlatih?"Sophie tersenyum malu. "Itu teman dari sekolah. Nona Maria mengiriminya pesan."Seketika, Sarkon memberi tatapan tajan yang mengejutkan pelayan itu. "Laki-laki?" Suaranya yang dalam menggeram seperti pacar yang cemburu.Sophie langsung menjadi gagap. "Y-ya, T-tuan. S-sepertinya d-dia khawatir tentang N-nona Maria."Mata kobalt itu menjadi gelap karena marah. "Siapa orang itu?""A-aku t-tidak tahu, Tuan.""Cari tahu," geram Sarkon dan pergi meninggalkan hembusan udara dingin.Sophie menatap dengan mata ingin tahu pada raksasa yang berjalan menjauh. Dia berbalik ke wanita muda itu dan menghela napas saat dia berjalan kembali ke arahnya."Apakah semuanya baik-baik saja, Nona?"Wajah Maria terangkat. Mata zamrudnya bersinar khawatir, dan alisnya yang cantik berkerut seolah-olah dia telah menghadapi masa

Paris menelan ludah dengan susah payah. Tidak heran ibunya pernah berkata bahwa setiap orang memiliki cerita tersendiri dan dia harus bersikap lebih pengertian."Aku... ikut berduka," suara halus itu berbisik dengan penuh empati.Maria menarik napas tajam dan tersenyum kembali pada sang pangeran. "Aku baik-baik saja. Itu sudah bertahun-tahun yang lalu."Sambil tersenyum, Paris mengamati sekeliling mereka dan berkata, "Ini adalah tempat yang bagus bagimu untuk tumbuh dewasa."Maria menjerit kegirangan, bergerak girang di setiap suku kata yang dia ucapkan, "Benar, bukan? Dan orang-orang di sini sangat baik! Aku tidak percaya betapa beruntungnya aku."Paris tersenyum dengan senyum yang tulus. Dia meminum beberapa teguk lagi dari cangkirnya saat Maria berbagi cerita tentang pelayannya yang dia perlakukan seperti ibunya.Dia meletakkan cangkir di atas piring dan bertanya dengan nada santai, "Bagaimana dengan Sarkon Ritchie? Dia adalah..." Dia menunggu gadis itu