"Asih, apakah kau akan menyerah sekarang? Sepertinya takdir tidak berpihak padamu," suara tajam itu, yang hanya menggema di benaknya, mencekiknya. Dada Asih terasa sesak. Ia merasa seperti mempertaruhkan segalanya, menjual satu-satunya peninggalan berharga demi martabat dirinya, namun kini ia malah terhempas begitu saja. Apalagi yang bisa diharapkan? Asih menepuk dadanya kuat-kuat, berusaha mengumpulkan akal sehat yang tersisa untuk menegakkan tubuhnya. Ya, hanya dengan akal sehat, semua ini akan teratasi. "Aku tidak akan menyerah, Arif. Kalau perlu, kau harus hancur bersama mereka," bisik Asih, suaranya bergetar menahan gejolak amarah dan kepedihan yang membuatnya tak kuasa menahan air mata. Perlahan, butiran bening itu meluncur membasahi pipinya. Dengan tekad yang membara di balik tangisnya, Asih tetap berkehendak untuk mengambil gambar setiap detail rumah. Kecuali satu sudut: tempat dulu ia selalu bertemu Arif. Ya, entah mengapa, kini ia membenci setiap kenangan di sana, memb
Terakhir Diperbarui : 2025-09-18 Baca selengkapnya