"Naira, kau mendengarnya?" suara Revan lirih, tapi di ruang sempit itu, gema suaranya seperti berasal dari dinding sendiri."Apa?" Naira menatap sekeliling. Pintu batu di belakang mereka telah menutup rapat. Tak ada cahaya, hanya denyut merah dari simbol yang kini menyala samar di dinding."Napas... tapi bukan milik kita," bisik Revan.Seketika udara berubah. Dingin yang menusuk tulang mengalir dari dasar ruangan. Bau besi—seperti darah lama—tercium kuat.Lalu, dari kegelapan, terdengar helaan panjang, berat, seperti paru-paru raksasa yang baru saja hidup setelah tidur ribuan tahun.Naira menggenggam keris. Bilahnya bergetar halus, seolah ikut bernapas.“Ini... bukan pintu biasa,” gumamnya.Dari balik dinding, muncul sesuatu—bukan bentuk manusia, tapi bayangan berlapis. Setiap lapisan bergerak berbeda arah, seakan ratusan arwah mencoba keluar dari satu tubuh.Matanya—kalau itu bisa disebut mata—menyala biru pucat, menatap mereka berdua.“Naira, jangan bergerak,” kata Revan pelan, tang
Last Updated : 2025-11-03 Read more