Mendengar nada posesif yang terselip dalam ucapannya, Adeline nyaris kehilangan ritme napas, tapi lidahnya tetap tajam. “Pak Brown, rasa memiliki yang kelewat kuat itu bukan cinta, tapi penyakit, tahu?.”Leo terkekeh pelan, suaranya serak rendah. “Kalau begitu, kamu adalah obatnya.”Ujung telinga Adeline memanas. Ia mendorong dada pria itu. “Jangan pakai gombal macam itu padaku.”Leo tidak marah, hanya menatapnya dalam-dalam, irisnya gelap penuh ketegasan. “Adeline, kamu tak akan bisa lari dariku.”Adeline memalingkan wajah, pura-pura tak mendengar, tapi sudut bibirnya menegang membentuk senyum kecil.Sejak hari ia mengakui perasaannya, ia memang tak pernah berniat untuk lari lagi.Larut malam, di Kantor Kepolisian Kota Jakata.Felix tengah ditahan sementara, sementara pengacaranya sedang berusaha mengurus proses penangguhan.Di luar gedung, Sisca mondar-mandir dengan wajah cemas.Sebuah mobil Maybach hitam berhenti perlahan di depan tangga. Jendela kaca turun, memperlihatkan wajah Geo
Read more