All Chapters of Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan: Chapter 241 - Chapter 250

Saat malam hari.Ayudhia melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar membawa nampan berisi teko kaca berisi air putih dan gelas bersih.Ayudhia memulas senyum saat tatapannya tertuju pada Arlo yang sudah duduk di atas ranjang.Ayudhia melangkah mendekat, lalu meletakkan nampan di atas nakas dengan perlahan, sebelum menuangkan air putih ke dalam gelas.Setelah mengisi gelas dengan air putih, Ayudhia menyiapkan obat Arlo sambil berkata, “Minum obatmu sebelum tidur.”Arlo mengangguk pelan dengan tatapan terus tertuju pada Ayudhia yang berdiri di samping ranjang.Begitu Ayudhia mengulurkan beberapa obat bersamaan dan segelas Air putih, Arlo segera mengambilnya dan meminum semua

Saat siang hari di RDJ Group.Dimas benar-benar datang ke sana untuk bertemu dengan Arlo. Dia melangkah menuju bagian resepsionis, saat sudah berdiri di depan meja resepsionis, Dimas mulai menyampaikan maksud kedatangannya.“Mohon maaf, Pak. Untuk saat ini Pak Arlo tidak berada di tempat karena beliau sedang cuti,” kata resepsionis.Dimas sangat terkejut. Dia diam sejenak dan berpikir apa ini hanya alasan saja.“Cuti? Cuti kenapa?” tanya Dimas memastikan.Resepsionis tampak canggung, lalu memberikan alasannya. “Pak Arlo sedang sakit dan beberapa hari lagi akan menggelar pesta, jadi beliau ambil cuti sampai pesta pernikahan beliau digelar.”Dimas diam lagi. Dia tidak bisa menunggu sampai pesta pernikahan Ayudhia dan Arlo tiba untuk meminta tolong pada Arlo.Saat Dimas sedang bingung, tatapannya tertuju ke Aksa yang baru saja keluar dari lift bersama Mike.Meninggalkan meja resepsionis dengan cepat, Dimas melangkah menghampiri Aksa.“Pak Aksa,” panggilnya untuk menghentikan langkah Aksa.

Di Ardhana.Dimas di ruang kerjanya dengan perasaan cemas dan gelisah. Dia berulang kali mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan meremat rambutnya sambil berkali-kali mendengkus frustasi.Tekanan demi tekanan diterimanya, beberapa perusahaan yang awalnya berniat bekerjasama dengannya, kini satu persatu memilih membatalkan kerjasama karena tak ingin rugi setelah melihat Ardhana tidak bisa menstabilkan harga saham.Diam dengan tatapan bingung, Dimas mengusap kasar wajahnya, lalu melirik ke ponselnya yang ada di atas meja.“Apa kuhubungi saja dia langsung atau kudatangi rumahnya untuk meminta bantuan?”Dimas terus menatap ponselnya, dia tidak sabar tetapi juga takut jika ditolak mentah-mentah oleh Arlo.Saat tangannya berniat mengambil ponsel untuk menghubungi nomor Arlo yang didapatnya dari resepsionis, ponsel Dimas ternyata sudah berdering lebih dahulu.Dimas melihat nama Arlo terpampang di layar, membuat senyumnya mengembang sempurna karena pria itu lebih dulu menghubunginya.Tak meny

Hari pesta pernikahan Arlo dan Ayudhia akhirnya tiba.Di ballroom hotel milik RDJ Group, sudah disulap menjadi tempat pesta yang meriah.Bunga-bunga menghiasi ruangan itu, meja-meja dengan aneka hidangan makanan, minuman, sampai pencuci mulut sudah siap untuk disantap.Elvano berada di ballroom memakai setelan jas mewah yang membuat tubuhnya tampak begitu gagah dan terlihat lebih dewasa dari usianya.Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan tak menemukan apa yang dicarinya, Elvano akhirnya menghampiri sang kakak yang sedang bicara dengan ayahnya di salah satu meja.Berdiri di samping sang kakak, Elvano lantas bertanya, “Di mana Ayudhia?”Menoleh ke sang adik yang masih celingukan, Arlo membalas, “Ayudhia masih di kamar, mungkin belum selesai didandani.”Elvano menatap Arlo sambil membentuk huruf O dengan bibir. “Aku mau ke kamarnya untuk lihat.”Setelah mengatakan itu, Elvano pergi begitu saja meninggalkan ballroom. Arlo ingin mengejar Elvano dan mencegah sang adik menemui Ayudhi

Alina langsung menoleh pada Ayudhia yang melangkah mundur. Dia bisa melihat dengan jelas tatapan sedih, hampa, dan kecewa dari sorot mata Ayudhia saat ini. Sonia sendiri berdiri membeku menatap Ayudhia yang menghindar pelukannya, sampai-sampai dia menggenggam kembali kedua telapak tangannya, lalu menarik kembali ke sisi tubuhnya. Menyadari jika sudah menciptakan suasana yang kurang mengenakkan bagi dirinya sendiri, Ayudhia lantas berusaha untuk bersikap biasa. “Maaf, tadi kakiku sedikit menginjak gaun,” ucapnya memberi alasan. Setelahnya, dengan hati yang begitu berat karena takut pertahanannya runtuh, Ayudhia mendekatkan diri pada Sonia, lantas mengecup pipi kanan dan kiri Sonia seperti pada tamu perempuan pada umumnya sambil berkata, “Terima kasih sudah datang.” Meski senang Ayudhia masih mau bersentuhan dengannya, tetapi Sonia menyadari jika ada jarak yang dibangun Ayudhia di antara mereka. Sonia ingin mengajak bicara Ayudhia, tetapi sudah ada suara yang lebih dulu memanggil na