“Ru … na,” desah Kian lirih. Genggamannya melemah, seakan takut jika sosok itu lenyap begitu saja. Matanya berkaca, masih tak percaya wajah yang dilihatnya nyata, bukan bayangan Chaca yang sedang menghantuinya.Runa tertegun, lalu cepat mendorong dadanya, menjauh dari pelukan itu. “Kian, kamu harus istirahat.” Suaranya bergetar, lebih karena menahan gejolak hatinya sendiri. Ia tahu, jika ia tinggal lebih lama, dirinya bisa jadi bagian dari masalah yang lebih besar.Namun tangan Kian sigap meraih tangannya lagi. Erat, penuh kegelisahan. “Run … tolong aku.” Nada suaranya pecah, seperti pria yang hampir tenggelam meminta pertolongan.Runa terpaku. Jemarinya ingin menggenggam balik, tapi otaknya menolak. Ia menarik tangannya pelan, berusaha tegar. “Aku nggak bisa. Aku nggak mau jadi beban tambahan buat kamu.”Sorot mata Kian redup, lelah, rapuh. Runa melihat jelas bagaimana lelaki itu hancur perlahan. Pundaknya merosot, napasnya berat, keringat dingin membasahi pelipisnya. Semua itu menek
Terakhir Diperbarui : 2025-08-27 Baca selengkapnya