Tous les chapitres de : Chapitre 11 - Chapitre 20

"Bu Dokter, Kakaknya Adele sudah diperiksa?" Suara kecil anak perempuan terdengar dari balik pintu, di mana Adele dan Alvano berdiri mengintip dari luar. Chloe tersadar dari lamunannya. Masih terlalu dini untuk menyimpulkan, pikirnya. Wanita itu tersenyum, berusaha menyingkirkan keresahannya. Melihat anak perempuannya itu, Chloe jadi gemas sendiri. Ingin sekali Chloe memeluknya erat-erat. Ia beranjak untuk membukakan pintu dan menyilakan kedua anak itu masuk. "Daddy kalian mana, Sayang?" tanya Chloe dengan lembut. "Daddy masih menjawab telepon dari kantor, Bu Dokter," jawab Alvano. "Kalau begitu kalian tunggu di dalam saja, ya?" Chloe menggiring mereka berdua masuk ke ruangan. Adele berjalan lebih dulu. Anak perempuan itu awalnya memperhatikan kembarannya yang tengah duduk di atas ranjang, namun perhatiannya tersita pada boneka ikan paus berwarna biru di atas meja kerja Chloe. "Waaah, ikan paus!" Adele berjalan mendekatinya. Chloe menoleh dan mendekati Adele. "Adel

Chloe dan kedua anaknya tiba di rumah larut malam setelah Dylan dan Diego puas bermain. Anak-anak itu baru saja mandi dengan air hangat. Kini mereka berbaring di atas ranjang dengan balutan piyama hangat berwarna biru bergambar bintang-bintang. Dylan termenung menatap langit-langit kamarnya. Sementara Chloe tengah duduk di sofa dan fokus pada layar laptopnya. "Diego..." Dylan memanggil Diego yang berbaring memunggunginya. "Hm?" Anak itu bergumam dan berbalik menatapnya. Dylan menunjukkan wajah sendu. "Om tadi, kau ingat 'kan kalau dia tadi memanggil kita dengan panggilan Sayang?" "Heem. Dia juga menyebut dirinya dengan panggilan Daddy," ujar Diego cemberut sambil meringkuk. "Percaya diri sekali dia, meminta kita memanggilnya Daddy," ucap Dylan sambil menyangga dagu. "Sok kenal sok dekat!" Dylan menyergah napasnya dan memeluk bantal berwarna biru miliknya. "Untung tampan, kalau wajahnya pas-pasan pasti sudah aku diskualifikasi! Ilfeel sekali ... mentang-mentang dekat sam

"Ihhh ... Alvano lama sekali! Daddy sudah menunggu! Ayo cepat!" Adele mengomeli kembarannya. Tanpa dia tahu, bahwa anak itu bukanlah Alvano seperti yang dia kira.Begitu juga dengan Alvino yang mencekal erat pergelangan tangan Diego. Sementara Diego masih tercengang saat kedua anak itu menarik lengannya. Namun, ia buru-buru menghentikan langkahnya dan menyentak tangan mereka."Huh! Kalian ini apa-apaan sih?!" sentak Diego memberontak dari cekalan dua anak itu. “Berani denganku?!”"Astaga, Kakak! Jangan marah-marah atau Adele nangis di sini sambil teriak-teriak!" ancam Adele sambil berkacak pinggang. "Mau kau menangis, menjerit, atau guling-guling, kau pikir aku peduli? Tidak sama sekali! Dasar pendek!" kata Diego kesal, lalu melengos begitu saja. Anak itu membalikkan badannya hendak kembali ke arah gerbang penitipan. Tapi Adele dan Alvino segera menahannya. "Ayo pulang, Alvano! Astaga, kau ini kenapa, sih!" seru Alvino menarik bagian belakang jaket denim biru yang Diego pakai. "D

Mobil hitam milik Caesar telah tiba di kediaman megahnya di kawasan perumahan elit di tengah-tengah kota Paris. Diego yang ikut bersama Caesar dan kedua kembarannya, tampak bingung di mana ia berada saat ini. Diego turun dari dalam mobil, menatap rumah megah berlantai dua di hadapannya. Namun, alih-alih kagum, rasa takut lebih mencekamnya karena ia merasa begitu asing. Bibir Diego tampak menekuk siap menangis, saat menoleh ke arah gerbang yang hendak ditutup. "Jangan ditutup!" teriak Diego berlari ke arah gerbang depan. Anak itu langsung menangis menyadari kini jauh dari Dylan dan juga Mommy-nya. Diego berlari kencang menuju gerbang. Dua kembarannya dan juga Caesar, tampak terkejut dengan hal itu. "Alvano!" pekik Caesar, bergegas mengejar putra kecilnya. "Huwaa ... aku tidak mau pulang ke sini!" teriak Diego menangis di depan gerbang dengan sangat kencang. Caesar terkejut, tidak biasanya Alvano seperti ini. Laki-laki itu mendekati anaknya yang tengah menangis dan meme

Setelah sampai di rumah, Dylan terus memperhatikan kembarannya. Rasa curiganya semakin besar. Dari arah ruang makan, Dylan menyipitkan kedua matanya menatap Alvano yang tengah mengotak-atik laptop milik Chloe dengan jemarinya yang lihai. "Biasanya dia tidak bisa bermain laptop, tapi sekarang kenapa pandai sekali?" gumam Dylan keheranan. Dylan menoleh ke arah Chloe yang tengah memasak di dapur. "Mommy." Dylan berjalan mendekati Chloe. "Iya, Sayang? Ada apa?" Chloe menoleh pada Dylan yang menarik-narik ujung blouse yang ia pakai. Wajah Dylan tampak bingung, anak itu kembali menoleh ke arah Diego di ruang keluarga. "Mom, apa Mommy tidak merasa ada yang aneh dengan Diego?" tanya Dylan. "Aneh bagaimana? Adikmu hanya sedang tidak rewel hari ini," jawab Chloe. Wanita itu kemudian menata menu makan malam di meja makan. "Bukan begitu, Mom. Maksud Dylan, dia seharian ini aneh. Tidak marah-marah, tidak menangis sama sekali, tidak—" "Justru itu bagus, kan? Dylan jadi tidak perlu m