“Ternyata selama ini anakku kembar lima? Beraninya kau menyembunyikan si kembar dua dariku, Chloe Valencia!” Chloe Valencia kehilangan kesuciannya karena dijebak hingga membuatnya hamil dan diusir pergi oleh keluarga angkatnya. Chloe melahirkan lima bayi kembar sekaligus. Namun, sahabatnya menculik tiga bayinya dan mengaku sebagai ibu kandung mereka, lalu meminta pertanggungjawaban pada Caesar Leopold—seorang CEO ternama yang pernah merenggut kesucian Chloe, sekaligus Papa kandung si kembar. Beberapa tahun kemudian, Chloe kembali bersama dua anak kembarnya untuk mengambil si kembar tiga dari tangan Caesar! Si kembar lima berkata dengan lantang, “Kami akan mencari Daddy yang baru untuk Mommy!” Caesar Leopold memasang wajah marah. “Hal itu tidak akan pernah terjadi!”
Lihat lebih banyak"Vidia? Kau mau membawa anakku ke mana?"
Chloe Valencia yang baru saja terbangun dari tidurnya, menatap bingung pada sahabatnya yang tengah memindahkan bayinya ke dalam boks dorong dengan tergesa. Dua hari yang lalu, setelah melalui persalinan yang panjang, Chloe melahirkan lima anak kembar sekaligus. Kebingungannya berubah menjadi panik saat Chloe menyadari bahwa tiga dari lima ranjang bayinya kini sudah kosong, hanya menyisakan dua bayi di ranjang masing-masing. Sementara tiga bayi lainnya sudah dipindahkan ke dalam boks dorong yang dibawa oleh Vidia. "Tunggu, Vidia!" seru Chloe saat melihat Vidia bergegas ke arah pintu sambil mendorong boks bayi tersebut. Chloe berpegangan pada tepian ranjang dan terbungkuk memegangi perutnya yang perih bekas jahitan operasi. "Kau mau membawa mereka ke mana?!" serunya panik. "Aku akan membawa mereka pergi bersamaku,” kata Vidia ringan. Seolah itu adalah hal yang sangat lumrah untuk dikatakan. “Apa maksudmu?” tanya Chloe cemas. “Ini sudah tengah malam!” Vidia mendengkus. “Selama delapan bulan kau tinggal denganku, kau pikir itu gratis?" katanya dengan wajah sinis. Chloe benar-benar bingung sekaligus tak percaya. Wanita yang ada di hadapannya kini seolah bukan Vidia, bukan sahabat yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka. Wanita itu seperti orang lain, yang menyimpan benci yang terlihat jelas lewat tatapan matanya. “Anggap saja bayi-bayimu ini adalah bayaran atas kebaikanku padamu!” kata Vidia, kemudian mendorong boks bayi itu keluar dari kamar inap yang ditempati Chloe. "Tidak, tidak, Vidia. Tunggu—akh!" Chloe meringis memegangi perutnya. Namun, ia berusaha berjalan dengan menyeret kakinya, mengabaikan nyeri hebat di bagian perut. Sakit ini sama sekali tidak sebanding dengan rasa kecewa dan takut yang menyelimuti hati Chloe. Ia tidak menyangka Vidia akan melakukan hal ini. Setahun yang lalu, tepat di malam kelulusannya, Chloe dijebak hingga akhirnya ia menghabiskan satu malam panas dengan pria asing. Chloe tidak tahu siapa yang telah menjebaknya. Ia juga tidak tahu siapa laki-laki yang telah menidurinya. Orang tua angkatnya mengusirnya dari rumah saat mereka tahu Chloe hamil tanpa suami. Vidialah yang menolong Chloe dan mengajaknya tinggal bersama di Nantes. Vidia membantunya bangkit dari keterpurukan, hingga akhirnya Chloe berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai asisten dokter di rumah sakit yang sama dengan tempatnya melahirkan ini. Tapi mengapa Vidia melakukan ini? Bagaimana mungkin, orang yang selama ini ia anggap teman baik, justru tega membawa lari ketiga bayinya?! "Jangan bawa anak-anakku, Vidia!" seru Chloe berjalan dengan kaki gemetar. Air mata jatuh membasahi pipinya. Dadanya terasa nyeri. Baru dua hari yang lalu ia melahirkan kelima bayinya dengan taruhan nyawa, bahkan rasa sakitnya belum sirna, tetapi kini anak-anaknya diambil begitu saja oleh orang yang ia kira tulus kepadanya. "Vidia, apapun yang kau inginkan akan aku berikan, tapi jangan bawa anak-anakku!" Namun, seruan putus asa itu hanya bergema di ruangan yang sepi. Sosok Vidia yang membawa ketiga anaknya sudah tidak terlihat lagi. Chloe terduduk di lantai yang dingin, meraung meminta tolong pada kesunyian malam. "Kembalikan anakku!" Chloe menangis histeris di ambang pintu kamar rawat inapnya. Suara tangisannya diikuti oleh tangisan dua bayi kembar laki-lakinya yang masih berada di dalam ranjang bayi. "Tolong! Dokter ... Suster!" teriak Chloe, ia bersimpuh di lantai menahan sakit di perut dan juga hatinya melihat anaknya dibawa pergi. Dari ujung lorong, pintu kaca buram terbuka. Tampak beberapa dokter dan perawat segera berlari cepat ke arahnya. Mereka semua tampak panik mendengar jeritan tangis di tengah malam. "Chloe, apa yang terjadi?" Dokter Amelia—atasan Chloe—bergegas mendekatinya dan merangkulnya. "Vidia membawa ketiga bayiku, Kak Amelia! Anakku dibawa pergi!" tangis Chloe pecah, ia lunglai dalam pelukan Amelia. Para dokter dan suster yang berada di sana pun terkejut mendengarnya. Kamar inap Chloe berada di ujung lorong, cukup jauh dari tempat perawat berjaga sehingga mereka tidak mendengar keributan sebelumnya. "Cepat kejar! Laporkan pada pihak berwajib!" seru seorang dokter laki-laki di sana. Suasana seketika menjadi heboh. Tapi Chloe sudah tidak memiliki tenaga bahkan untuk menegakkan tubuhnya. Hatinya hancur melihat tiga dari lima anaknya dibawa kabur. Padahal, mereka adalah alasan mengapa Chloe ingin tetap hidup. "Anak-anakku…!" Chloe mengepalkan kedua tangannya dan memukul-mukul lantai. "Chloe, tenangkan dirimu. Vidia pasti tertangkap," ujar Amelia kembali memeluk dan menenangkannya. Chloe menatap nanar tiga ranjang bayi yang sudah kosong. Sedih saja tidak cukup untuk menggambarkan perasaannya saat ini. Ia hancur. Namun, tangisan dua bayi laki-lakinya yang tersisa menyadarkan Chloe. Ia menatap mereka dengan perasaan tidak karuan. Tidak … ia tidak boleh hanya diam dan membiarkan kesedihan ini menelannya terlalu lama. Ada dua anaknya yang lain yang saat ini sangat membutuhkannya. Chloe masih punya mereka. Dan dua bayi tidak berdosa itu kini hanya bisa menggantungkan hidupnya pada Chloe saja. Wanita itu terdiam dengan tangan mengepal erat. "Aku akan mengambil anakku kembali, Vidia," geramnya lirih. Suaranya dipenuhi oleh sebuah tekad. "Aku akan membalas perbuatanmu!""Mommy kenapa datang ke sini, ini 'kan hari libur?" Diego panik melihat Chloe datang, karena dia bukan Alvino dan ia juga tidak sakit. Anak itu berdiri menatap Chloe yang tersenyum padanya. Tetapi, Diego yakin kalau Alvano dan Alvino pasti cerita pada Chloe tentang siapa masing-masing dari mereka. Menanggapi pertanyaan Diego, Chloe hanya memberikan senyuman manis pada anak-anaknya itu. Ternyata benar, anak-anaknya memang berada di sini, Chloe paham betul dengan Dylan yang memakai kacamatanya. "Mommy datang ke sini untuk menyuntik anak-anak yang nakal," jawab Chloe sambil menatap ketiga wajah gemas anak-anaknya. "Hah? Apa?!" Dylan, Diego, dan Adele terkesiap dan terkejut mendengarnya. Chloe menekuk kedua lututnya di hadapan mereka bertiga sambil tetap tersenyum. Hingga dari arah depan sana, terlihat Caesar muncul dan berjalan ke arah Chloe dan ketiga anaknya. "Dokter Chloe," sapa Caesar pada wanita itu. Chloe tersenyum dan kembali menegakkan tubuhnya. "Tuan Caesar, selama pagi
Keesokan paginya, Chloe membawa Alvano dan Alvino ke kediaman Amelia. Hari ini, ia ingin menitipkan kedua anaknya di sana. Chloe terlihat murung. Raut wajahnya yang sembab dan lesu menunjukkan dirinya berada dalam posisi yang membingungkan saat ini. "Jadi, selama ini mereka sudah tahu kalau mereka kembar lima, Chloe?" tanya Amelia pada Chloe. Chloe mengangguk pelan. "Iya, Kak. Aku saja yang lalai selama ini." Amelia terkejut, wanita itu menatap dua anak yang tampak anteng bermain di teras. Perbedaan sikap anak-anak Chloe yang mencolok, kalau Dylan dan Diego, pasti mereka sudah heboh bila tiba di rumah Amelia. Tetapi Alvano dan Alvino benar-benar kalem dan patuh. "Aku tidak bisa diam saja, Dylan dan Diego pasti suka membuat onar di rumah Caesar. Aku harus mengambil mereka dalam hari-hari ini, Kak Amelia," ujar Chloe tiba-tiba. "Iya, Chloe. Tapi pasti sulit untukmu masuk ke dalam sana bila tanpa alasan." Chloe diam sejenak. Wanita itu meraih tas miliknya dan ia meraih ponselnya
Keesokan paginya, di kediaman Caesar tampak seperti biasanya. Ketiga anaknya, dan juga istrinya berkumpul di ruang makan untuk sarapan. Semalaman penuh Caesar tidak bisa tidur, ia terus memikirkan anak laki-laki di hadapannya kini. Anak yang tidak lepas dari kacamata itu. Jelas-jelas dia bukanlah Alvano karena Alvano tidak suka memakai aksesoris apapun selain gelang jam. "Sayang, makan yang banyak ya, anak-anak Mami," ujar Vidia pada mereka semua. "Iya, Mami," jawab Adele sambil mengambil sendoknya. Di samping Adele, ada Diego yang menatap cemberut telur goreng di atas piringnya. "Kenapa telurnya diorak-arik? Aku kan minta telur mata sapi, Bi!" seru anak itu pada pelayan. "Loh, iya kah? Bibi lupa, Tuan," ujar pelayan itu. "Huwaa ... Bibi! Aku mau telur mata sapi," rengek Diego mendorong piringnya. "Iya, Tuan Kecil. Sebentar, ya ... Bibi siapkan minum untuk Nona Adele dulu." "Aku maunya sekarang, Bi!" pekik Diego lagi. "Sabar, Sayang..." Caesar menatap anaknya. "Yahhh, Dadd
Dylan tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya pada Caesar saat Papanya itu bertanya siapa dirinya. Caesar menuruti insting anak kecil itu, ia menjabat tangan Dylan dan menatapnya penasaran. "Anakmu, yang kau lupakan," jawab Dylan dengan serius. Alis tebal Caesar bertaut. "Jangan bercanda, aku tahu kau bukan anakku yang biasanya." Salah satu alis tebal Dylan terangkat dan menatapnya memicing. "Kenapa? Panik, ya?" "Nak—""Intropeksi diri dulu sebelum mencari tahu siapa aku! Sudah jelas-jelas berbeda seperti ini kok masih tidak tahu! Sama anak sendiri bisa lupa! Hemhh ... payah seperti itu kok mau dipanggil Daddy! Tidak level!" Dylan turun dari sofa sambil mengomeli Caesar yang kini berdiri tercengang melihatnya. Anak itu berjalan ke arah tangga, sebelum dia menghentikan langkahnya dan menatap Caesar. "Daddy lebih baik duduk dan ingat-ingat, siapa yang pernah Daddy tinggalkan dan Daddy sakiti! Dengan begitu, Daddy tahu siapa aku!" sinis Dylan. Dylan tersenyum manis beralih men
Hari sudah malam, jam menunjukkan pukul sembilan tepat. Dylan tampak murung dan berdiri di balik jendela, menatap pemandangan malam yang gelap, sunyi, dan cahaya penerangan rumah yang sengaja dibuat temaram. Dengan balutan piyama panjang dan hangat berwarna biru muda, Dylan membenarkan posisi kacamata yang ia pakai. Sejak satu bulan ini, Dylan tidak bisa melihat jauh, pandangannya buram saat anak itu memandang jauh hingga Chloe membelikannya sebuah kaca mata khusus agar Dylan bisa melihat dengan jelas kembali. "Mom..." Dylan berucap lirih. Ia merasa sedih tiap kali mengingat Mamanya yang ia tinggalkan. "Dylan kangen. Mommy sedang apa?" Anak itu tertunduk dengan wajah sedih. "Aku harap, aku bisa segera pergi dari sini setelah membuat Daddy kapok!" Dylan memejamkan kedua matanya perlahan dan anak itu membalikkan badannya. Dylan tersentak pelan, saat ia berbalik, di belakangnya berdiri Caesar yang tengah menatapnya dengan tatapan lekat. "Kenapa belum tidur, Sayang?" tanya Caesar be
"Sayang ... kenapa kalian ada di sini? Dan ... Adele, di mana dia?" Chloe mencari-cari kebingungan. Alvano dan Alvino memeluk Chloe dengan erat, memasang wajah sedih mereka dan juga kerinduannya pada Chloe. "Adik Adele sudah pulang ke rumah Daddy, Mom. Dylan dan Diego pulang bersama Adele menggantikan kita," jawab Alvino. Deg! “A-apa?!” Chloe memekik terkejut. Dada Chloe seperti terhantam baru keras mendengarnya. Tangis Chloe langsung terhenti. Wanita itu tertunduk di atas lantai ruang tamu rumahnya dan ia menangis menatap kedua anaknya tersebut. Chloe menangis sedih menatap mereka. "Ka-kalian sudah tahu tentang Dylan dan Diego?" tanyanya. Kedua anak itu mengangguk. "Heem. Bahkan aku ikut Mommy selama beberapa bulan ini di sini," jawab Alvano. "Bagaimana bisa? Ke-kenapa kalian diam saja?" Chloe memeluk mereka berdua. "Dan ... bagaimana dengan ketiga kembaran kalian! Kenapa mereka malah pergi ke sana?!" "Mom, Mommy jangan khawatir. Kami sudah punya rencana yang bagus. Dylan,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen