Lahat ng Kabanata ng Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!: Kabanata 261 - Kabanata 270

Si kembar Dylan, Alvano, Alvino, dan Diego, kini tengah duduk di teras paviliun di tempat Eric dan Amelia tinggal. Keempat anak laki-laki itu memasang wajah muram dan kesal menatap ke arah di depan sana. Wajah mereka tampak kaku, kedua alisnya menukik tajam, dan tatapannya yang tidak biasa. "Genit sekali si Kurcaci, mentang-mentang dia digendong sama Om Zach!" seru Diego bersedekap kesal. "Bukan hanya digendong, lihat itu di keranjang sepedanya ... penuh dengan cemilan! Kalau kita ke sana dan minta cemilannya, malu sekali, kan?!" Alvano mendengkus kesal. "Siapa sih Kakak-kakak itu, sok kenal sok dekat dengan Kurcaci! Padahal 'kan Kurcaci adik kita!" pekik Alvino menghentakkan kakinya. Dylan mendengkus sebal mendengar ucapan ketiga kembarannya itu. Ia berjalan mendekati kursi di teras dan duduk diam di sana. "Biarkan saja, Om Zach itu tidak tahu kalau Kurcaci sudah tantrum, pasti dia juga punya rasa ingin menjewer telinga Kurcaci. Dia sedang sok baik saja sekarang ini!" serunya.

"Besok-besok, kalau di rumah ada tamu, kalian berlima tidak boleh nakal seperti tadi, paham!" Caesar memarahi kelima anaknya yang kini berdiri di hadapannya dengan wajah cemberut. Pasalnya, setelah para tamu pulang, anak-anak itu masih saja membuat keributan. "Paham, Daddy..." Kembar Lima mengangguk paham. "Jangan sampai ada yang menangis, ada yang ribut, ada yang marah seperti tadi. Daddy malu, Sayang ... kembar 'kan sudah besar. Sudah mau punya adik," ujar Caesar pada mereka. "Punya adik juga kemauan Daddy, bukan kemauan kami! Bahkan sejak baru lahir pun aku sudah punya adik!" seru Dylan, ia bersedekap dengan wajah sebal dan kesal pada Papanya itu. Alvano ikut merotasikan kedua bola matanya. "Nah itu dia! Giliran kita bertengkar saja, kita yang disalahkan!" "Katanya sudah besar, kek? Sudah enam tahun, kek? Sudah mau punya adik, kek! Enam tahun itu masih kecil dibandingkan usia Opa dan Daddy! Dan kami juga tidak meminta adik, Daddy sendiri yang ngotot ingin punya anak lagi!" pe

"Hari ini kalian sekolah yang pintar, tahun depan kalian sudah kelas satu." Chloe menatap si kembar lima yang tengah bersiap hendak berangkat ke sekolah bersama Caesar. Anak-anak itu berdiri di samping mobil sambil menatapnya. "Iya Mommy, jangan khawatir," jawab Diego, anak itu mengacungkan jempolnya di hadapan Chloe."Mom, tiga hari lagi kaya Madam Diana, Mommy atau Daddy harus ke sekolah. Madam Diana bilang sekolah akan memberikan penilaian semester ganjil," ujar Alvano. "Alvano mau Mommy saja yang datang, tidak usah Daddy, nanti heboh!" serunya melirik sang Papa. "Hari itu Daddy juga ada meeting," jawab Caesar sambil memasang arlojinya dan berjalan mendekati Chloe. "Kami tidak berharap Daddy datang, soalnya kalau nilai kita jelek, Daddy pasti akan marah-marah," imbuh Alvino. "Tapi ... nilaiku selalu bagus!" "Princess juga, Kakak Dylan juga sangat bagus, Kakak Alvano..." Adele menghentikan ucapannya dan menatap ke arah Diego yang kini menatapnya. "Apa?!" sentak Diego. "Aku ti

Usia kandungan Chloe hampir memasuki bulan keenam. Si kembar masih belum tahu betul adiknya laki-laki atau perempuan. Anak-anak itu kini ikut bersama Chloe dan Caesar untuk mengecek kandungan Mommy mereka, di rumah sakit khusus ibu hamil yang kebetulan milik rekan Chloe. Keempat anak laki-lakinya tampak sangat antusias. Terutama Diego dan Alvino yang kini berjalan membuntuti Chloe masuk ke dalam ruangan pemeriksaan. "Aduhh ... aku tidak sabar ingin tahu adik kita laki-laki atau perempuan," ujar Diego dengan wajah tidak sabar. "Sudah pasti perempuan!" sahut Adele yang kini digandeng oleh Caesar. Dokter Reena menatap mereka berdua dan tersenyum gemas. "Biar Bu Dokter periksa dulu adik kalian, ya..." "Iya, Bu Dokter. Siap!" Alvino mengacungkan jempolnya. Chloe menatap kelima anaknya yang menatapnya tegang. Terutama Dylan dan Alvano yang sejak tadi cemberut. Caesar merangkul dua putra sulungnya itu. "Kalian lihat gambar di layar itu, Sayang. Nanti adiknya terlihat." "Diego cuma

"Rumah terasa berbeda sekali, biasanya ada Kurcaci yang selalu ribut di sini, sekarang terasa sepi." Alvano cemberut sembari berbaring di sofa ruang keluarga. Bersama ketiga kembarannya, mereka sedih Karana Adele tidak kunjung mau pulang dari paviliun tempat tinggal Eric dan orang. Dylan mendengus sebal. "Iya, terasa sekali perbedaannya." "Kalau aku yang tidak ada di rumah, apa juga akan berbeda?" tanya Diego tiba-tiba. Dylan menoleh. "Jelas iya! Semakin tentram kalau kau tidak ada!" jawabnya. "Ya ampun, Kurcaci ... kurcaci..." Alvano tengkurap di atas tubuh Alvano yang juga tengkurap di atas sofa.Keempat anak laki-laki itu tampak lemas karena Adele tidak kunjung pulang. Tidak ada yang dibuat menangis, tidak ada yang dijahili, dan terlebih lagi, Adele paling tidak bisa menjaga rahasia kalau dengan Dylan. Semua yang dibicarakan ketiga kembarannya pasti akan dilaporkan pada Kakak sulungnya. "Daddy, Kurcaci tidak ingin pulang, ya?" Diego menatap Caesar yang tengah duduk di sofa r