“Di mana dia, Mayangsari? Kenapa setiap kali aku melihatmu, anakmu tidak pernah ada bersamamu?”Mayangsari menunduk, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, bergetar menahan amarah yang hampir meledak. Napasnya tersengal, dan ketika ia kembali menatap Indira, mata itu bukan lagi mata seorang wanita yang memohon, melainkan mata penuh dendam yang menyala.“Anakku… dia…” suaranya parau, nyaris pecah. “Dia ada di rumah sakit, Indira!” teriaknya akhirnya, suaranya melengking dan membuat dada Indira bergetar.Indira tertegun, tidak segera menjawab. “Di rumah sakit?” tanyanya lirih. “Kenapa, Mayangsari?”Mayangsari maju selangkah, menunjuk wajah Indira dengan jari gemetarnya. “Semua gara-gara kamu!”Indira refleks mundur, dadanya berdebar keras. Sekilas, ia teringat kejadian di parkiran pengadilan, bagaimana Mayangsari menubruknya, mencakar jilbabnya, seperti orang kehilangan akal. Tatapan itu kini sama gilanya.“Aku?” suara Indira nyaris tak terdengar, terhenti di tenggorokan.“Iya, kamu
Last Updated : 2025-10-31 Read more