All Chapters of Menikahi Pamannya Tunanganku: Chapter 31 - Chapter 40

“Hah ... aku harus cepat-cepat keluar dari sini” Nadine bergumam pelan agar Leonhart tidak terbangun. Setelah sempat tertidur, ia kembali berusaha melepaskan pelukan Leonhart dan akhirnya berhasil keluar dari kamarnya. Tepat pukul lima dini hari, Nadine benar-benar terbebas, meninggalkan Leonhart yang masih terlelap.Dengan tergesa, Nadine berlari menuju kamarnya sendiri lalu menutup pintu rapat-rapat. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur, sementara desahan nafasnya terdengar berat.“Apa sih yang laki-laki itu pikirkan?” ucapnya lirih.Matanya menatap kosong ke arah langit-langit, namun pikirannya justru kembali ke kejadian semalam. Saat itu ia tak kuasa menolak, ketika sentuhan liar bibir Leonhart menyentuh bibirnya.Nadine buru-buru menggeleng, mencoba mengusir bayangan itu. Ia bangkit, masuk ke kamar mandi, dan berendam agar pikirannya lebih tenang.Setelah selesai, Nadine bersiap untuk berangkat ke kantor. Ketika sedang mengoleskan lipstik, ponselnya berbunyi, panggilan itu

“Kau pikir aku pria bajingan?”Tanya Leonhart dengan nada tak terima disamakan seperti perkataan Nadine.“Aku tak pernah mengatakan kau pria bajingan!” ucap Nadine panik.“Tapi kau percaya dengan gosip itu, kan?” tanya Leonhart lagi.“I-itu …” ucap Nadine ragu.Nadine tak tahu harus berkata apa. Ia mulai panik, apalagi Leonhart menatapnya dengan dingin.“Sudahlah, aku kecewa denganmu,” ucapnya sambil menatap lurus ke depan.Nadine menatap Leonhart, ia bingung harus bagaimana. Akhirnya, Nadine jujur dan mengutarakan apa yang ada di pikirannya.“Maaf … aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu. Memang benar, aku sedikit percaya tentang gosip itu,” ucap Nadine dengan menyesal sambil menundukkan kepala.Leonhart menggenggam tangan Nadine, dengan tulus ia berkata,“Aku sudah menikah, tidak mungkin aku mengkhianatimu. Meskipun ini pernikahan kontrak, aku tidak sebajingan itu untuk berselingkuh saat aku masih memiliki istri.”“Ya, maafkan aku,” ucap Nadine lagi.Nadine sedikit terharu denga

“Kenapa kau merahasiakannya?”Nadine bertanya pada Leonhart dengan tatapan dalam. Ia berusaha mengerti dan tidak mengintimidasi Leonhart. Ia hanya ingin mendengar alasannya.“Tidak apa-apa. Jika kau belum siap bercerita, aku akan menunggu,” ucap Nadine lagi sambil menepuk punggung tangan Leonhart dengan lembut.Nadine melihat Leonhart yang penuh keraguan. Beberapa kali ia memperhatikan Leonhart memainkan ibu jarinya, seperti orang yang sedang gugup.Nadine mencoba menenangkan Leonhart.“Tidak apa, jangan dipaksakan,” ucapnya lagi.Namun, sepertinya Leonhart sudah membulatkan tekad. Dengan penuh keyakinan ia menatap Nadine dan menggenggam tangannya.“Lisanna memang kakak sepupuku. Dulu kami sangat dekat, ia selalu melindungi dan menjagaku ... tapi setelah dewasa hubungan kami menjadi rumit …,” ucap Leonhart dengan menyisakan keraguan untuk melanjutkan cerita itu.Nadine mengernyitkan dahinya. Ia merasa bingung dengan ucapan itu karena Leonhart tidak melanjutkannya.“Rumit? Maksudnya ba

“Ah, maaf, aku tidak bermaksud ….”Perkataan Leonhart terputus ketika melihat wajah Nadine yang memerah.Nadine sempat terdiam, wajahnya makin panas. Lalu tiba-tiba ia berdiri.“Maaf, aku harus kembali ke kamar karena masih ada pekerjaan yang belum selesai,” ucapnya, lalu segera pergi.Saat masuk ke kamar, Nadine langsung menutup pintu dan melempar tubuhnya ke ranjang sambil kedua tangannya menutupi wajah.Untuk pertama kalinya, dalam keadaan sadar, mereka melakukan kontak fisik yang cukup intens. Nadine bangun dari tidurnya, berjalan ke arah cermin, lalu memegangi bibirnya sambil membayangkan kejadian sebelumnya.“Bibirnya … rasa obat,” gumamnya sambil terkekeh, kemudian menggeleng pelan karena tersadar. Ia merasa seperti wanita mesum.Nadine kembali merebahkan tubuhnya di kasur, tapi bayangan tadi tidak juga pergi dari kepalanya. Semakin ia pikirkan, semakin gila rasanya. Akhirnya, untuk menghilangkan pikiran itu, ia menelpon Mira agar bisa mencurahkan hatinya.“Halo, Mir?” sapanya.

“Padahal aku sudah mengatakan untuk makan siang bersama, tapi kau malah makan siang bersama temanmu.”Leonhart mengucapkannya dengan nada tenang, tetapi jelas menyiratkan sindiran. Tatapannya lurus dan tajam ke arah Nadine, membuat wanita itu salah tingkah.Sambil menampilkan senyum kaku, Nadine mencoba merespons.“Maaf, aku sedang membahas pekerjaan.”Leonhart mengangguk perlahan, seolah menerima penjelasan itu.“Baiklah, kalau begitu aku juga ingin bergabung. Boleh kan?” tanyanya dengan ramah, meski nada suaranya tetap terasa mendesak.“Ya … baiklah,” jawab Nadine, merasa tak enak pada teman-temannya.Dari sudut matanya, Nadine bisa melihat Mira tampak salah tingkah, sedangkan Revan hanya bergantian menatap Nadine dan Leonhart, jelas membaca suasana yang canggung.Kehadiran Leonhart di sebelahnya membuat Nadine semakin kaku. Para karyawan yang sedang makan di kantin pun mulai memperhatikan mereka, beberapa bahkan berbisik-bisik.“Kalian silahkan lanjutkan pembicaraan kalian. Aku tid