"Vania di mana, Mbak?" tanya Erlangga tak sabar karena di dalam sangat sepi. Ia hanya bisa melihat hand bag warna hitam milik istrinya ada di sofa ruang dalam."Barusan pergi, Mas. Saya dengar sepintas kayaknya ke rumah sakit."Erlangga terhenyak. Detak jantungnya meningkat drastis. Untuk apa ke rumah sakit? Prasangka buruk menjejali kepala. Keringat dingin membasahi pelipisnya."Mbak, kasih saya nomor Pak Setya. Cepat!"Dengan panik Mbak Mar masuk sebentar lalu keluar membawa kartu nama majikannya. "Ini, Mas."Disaat Erlangga menelepon, deringannya terdengar di meja ruang keluarga."Bapak nggak bawa ponselnya, Mas," ujar Mbak Mar."Minta nomernya Ibu, Mbak."Mbak Mar menyebut sederetan angka. Tapi beberapa kali dihubungi, tidak dijawab juga."Saya lihat ke dalam dulu, Mas. Jangan-jangan hapenya Ibu juga nggak dibawa." Mbak Mar masuk dan mencarinya di meja dekat televisi, di meja pojok ruangan, hingga ke kamarnya. Dan benda itu ada di meja rias. Dengan langkah tergesa, Mbak Mar kemba
Terakhir Diperbarui : 2025-09-03 Baca selengkapnya