Semua Bab HASRAT TERPENDAM SANG PUTRA MAHKOTA: Bab 11 - Bab 20

Setelah acara arisan bubar, suasana hotel masih dipenuhi bisik-bisik kagum dan tatapan penasaran yang mengikuti kepergian Elkan. Para ibu-ibu sosialita yang semula memandangnya rendah kini berebut mendekat, seperti lalat yang mencium aroma manis madu mahal. Mereka mengelu-elukan namanya, ingin berfoto bersama, bahkan beberapa tanpa malu menyodorkan kartu nama atau menawarkan perjodohan dengan anak perempuan mereka."Mas Elkan, boleh selfie sebentar?" tanya salah satu wanita paruh baya dengan dandanan menor."Anak saya masih single, Mas... baru pulang dari kuliah di London..." goda yang lain, setengah memaksa menyodorkan foto anaknya.Elkan hanya membalas dengan senyum tipis, tidak banyak bicara. Wajahnya tenang namun sorot matanya tajam dan tak mudah dibaca. Ia melangkah keluar dari ruang arisan tanpa menoleh, meninggalkan para sosialita itu dalam kehebohan mereka sendiri.Tak lama kemudian, Bu Mirna, mertuanya, menyusul dengan langkah tertatih menyusuri lorong hotel. Nafasnya tersenga

Langit pagi, Elkan duduk di ruang kerja dengan pandangan tajam menatap ke layar laptopnya. sementara di sekelilingnya, tumpukan dokumen, peta dunia digital, dan foto-foto lama tersebar berserakan di meja. Aroma kopi hitam yang baru diseduh menyelimuti ruangan, tapi tak ada yang terasa hangat dalam suasana itu. Katya dan Anya sudah duduk bersisian di sofa, wajah mereka tegang namun penuh tekad.Abimanyu, pria tua dengan rambut yang mulai memutih namun sorot matanya tetap tajam, berdiri di depan papan whiteboard yang penuh coretan dan tanggal penting."Kita tidak punya waktu banyak. Dalam tiga hari ke depan, seluruh akses menuju file digital warisan AMAHENDRA akan terkunci permanen. Setelah itu, siapa pun yang ingin mengaksesnya akan butuh otorisasi dari pihak-pihak yang justru ingin mengubur informasi ini."Elkan berdiri, menatap papan itu dengan serius. "Apa yang membuat file ini begitu penting? Apa benar data yang ada di dalamnya bisa menjatuhkan jaringan sebesar itu?"Abimanyu menga

Langit Istanbul kembali mendung. Suara burung camar sesekali terdengar dari kejauhan, menyelinap masuk ke dalam apartemen tempat Elkan berdiri termenung. Jendela besar menghadap ke Bosphorus, tapi pandangan Elkan kosong. Laut biru tak memberi ketenangan seperti sebelumnya.Sudah seminggu sejak markas Aegis dihancurkan. Dunia memang tenang, tapi hati Elkan tidak. Ia kembali ke apartemen mereka bersama Anya dan Katya, namun tidak ada lagi rasa yang sama. Kemenangan telah diraih, tetapi bayaran emosionalnya luar biasa.Dan yang paling menghantui Elkan saat ini… adalah dirinya sendiri.Ia masih belum bisa menyentuh Anya. Istrinya.Sudah bertahun-tahun mereka menikah. Namun setiap kali kesempatan datang, selalu ada tembok yang tak kasat mata. Bukan hanya karena Anya dulu berselingkuh. Bukan hanya karena luka yang belum sembuh. Tapi juga karena… Elkan sendiri takut. Takut jika penyatuan fisik malah membuka luka yang lebih dalam.Dan di balik semua itu, godaan tak pernah benar-benar pergi.De

Pagi Istanbul masih dibungkus kabut dan mendung tipis. Tapi di dalam kamar yang remang, Elkan dan Anya terbangun dalam pelukan yang lebih dari sekadar sisa malam—itu adalah ikrar diam-diam. Setelah sekian lama, akhirnya mereka bisa saling menatap tanpa lapisan-lapisan luka, prasangka, dan hasrat yang membingungkan. Mereka tidak bicara. Tapi sentuhan mereka semalam sudah menjadi kalimat-kalimat utuh, penuh makna, bahkan tanpa satu kata pun terucap.Anya membelai rambut Elkan yang acak-acakan. “Apa kamu yakin kamu sudah memilih?” tanyanya pelan.Elkan hanya mengangguk. Ia mengecup dahinya. “Dan aku tak akan mengubahnya.”Namun, mereka tahu, malam yang baru saja mereka lalui bukan penutup. Itu baru awal dari badai yang lebih besar. Karena di luar kamar, orang-orang yang pernah mencoba mengendalikan mereka kini mulai menyadari: Elkan telah keluar dari kendali.Dan sistem tidak pernah membiarkan simbol seperti Elkan pergi begitu saja.Mata yang TerbukaKatya berdiri di balkon dengan satu r

Malam di apartemen Elkan terasa berbeda malam itu. Setelah pergulatan sengit sebelumnya, ketegangan yang membekap mulai mencair, tapi bukan berarti semua masalah lenyap begitu saja. Justru, api hasrat yang selama ini dipendam mulai membakar pelan, menggelora di antara r emosi dan kelelahan hati dan jiwa.Elkan duduk di ruang tamu, menatap kosong ke secangkir kopi yang hampir dingin. Suasana hening tiba-tiba pecah oleh suara tawa renyah yang menguar dari dapur.“Apa itu, suara tawa atau suara alien yang sedang menginvasi bumi? atau bsuara kunti?” Elkan bergumam pelan sambil mengernyitkan keningnya.Dari balik pintu dapur kemudian muncul Anya, ia masihmengenakan daster panjang dengan motif bunga warna-warni, rambutnya masih sedikit berantakan karena baru bangun tidur, tapi matanya bersinar penuh semangat.“Elkan! Kamu harus lihat ini!” serunya sambil menggoyang-goyangkan sebuah bungkus cokelat.Elkan menghela napas dan menyengir. “Apa lagi, ini? Cokelat bisa bikin kamu semangat kayak gi