Ruang tengah mendadak hening.Hanya terdengar detak jam dinding, lambat tapi menusuk telinga.Elkan menatap Bu Mirna.Mata wanita paruh baya itu—yang masih menyimpan kecantikan dan aura mengintimidasi—menatapnya lurus, tanpa berkedip.“Menikah… dengan Ibu?” suara Elkan serak, nyaris tercekat.Seketika, ruangan penuh wanita itu seperti teater absurd.Anya menahan napas, matanya melebar tak percaya.Tiara menutup mulutnya menahan tawa geli.Citra menyilangkan kaki, tersenyum tipis, seolah menonton pertunjukan sinetron kelas premium.Katya memutar bola mata, tapi jelas-jelas menunggu jawaban.Claudia hanya mengangkat alis, matanya berbinar penuh sensasi gosip.“Aku serius, Elkan,” lanjut Bu Mirna, nadanya tegas tapi terselip bisikan halus. “Hanya itu cara agar kamu benar-benar punya tempat di rumah ini. Agar aku bisa melindungimu dari permainan mereka.”Ia melirik singkat ke anak-anak perempuannya.Tatapan itu jelas—seolah berkata bahwa Elkan hanya bidak di papan catur, dan hanya dia, sa
Last Updated : 2025-09-20 Read more