Dinda menatap kami bertiga bergantian. Matanya yang tadi berkobar penuh hasrat liar, tak terkendali, kini dipayungi keraguan yang mendalam, seolah ada pertarungan sengit di balik pandangannya. Bibirnya sedikit terbuka, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tertahan di tenggorokan. Ia menarik napas panjang, dadanya naik turun dengan ritme yang tidak teratur, dan akhirnya menggelengkan kepala, sangat perlahan."Aku... aku belum siap," bisik Dinda, suaranya nyaris tak terdengar, gemetar seperti daun yang gugur. "Terima kasih atas tawarannya. Malam ini sudah... lebih dari cukup. Aku... aku butuh waktu untuk mencerna semua ini."Jantungku berdegup pelan mendengarnya, tapi aku tidak terkejut. Meskipun hasratnya tadi memuncak, bahkan meledak, tembok moral yang ditanamkan bertahun-tahun tidak mungkin runtuh hanya dalam beberapa jam. Bata demi bata keyakinan lama masih berdiri tegak, meski retak di sana-sini.Dan situasi seperti ini, jelas beda dengan perselingkuhan yang ia laku
Última actualización : 2025-11-07 Leer más