All Chapters of Mencuri Calon Suami Adikku: Chapter 161 - Chapter 170

“Sir, Anda harus bangun.”Silas menarik selimut yang menutupi tubuh Leland, tapi tangan Leland cepat menyambar dan menahannya.“Tidak…kepalaku sakit. Hangover…” Leland menyeret suaranya dengan malas karena malas membuka mata.“Itu tidak mungkin. Anda bahkan tidak minum kemarin.” Silas menampik alasan Leland karena memang paling mustahil.Silas tidak pernah mengizinkan Leland minum tentu—tidak setetespun. Kalau dulu—sebelum masalah besar ini terjadi—Silas masih memberi kelonggaran Leland untuk minum saat di restoran atau saat acara-acara resmi berlangsung, maka tidak lagi. Silas benar-benar membatasi kontak Leland dengan alkohol menjadi nol.Silas tidak ingin mengambil resiko. Kemungkinan Leland kembali menjadi ketergantungan terhadap alkohol menjadi lebih mungkin saat ia sedang menghadapi masalah. Leland tidak pernah mencoba atau terlihat menginginkan, tapi Silas tetap waspada. Khawatir ketenangan itu termasuk usaha Leland untuk membuatnya lengah.“Kenapa juga aku harus bangun?” protes

“Yang… terakhir.”Suri menarik pita pengikat box berwarna biru, dengan wajah puas.Suri berdiri, sambil menghitung tumpukan kotak di lantai. Semua sama, box berwarna biru laut dengan pita pink, diikat bentuk bow yang besar.“Pas… enam.” Suri mengangguk, lalu mengambil sticker dan tag hijau bertuliskan ‘Savannah’ dengan tinta keemasan.“Siap dikirim.” Suri menatap sekitar dan mememekik—karena melihat Sarah berdiri di pintu studionya dengan tangan terpancang di pinggang, bersiap marah.“Kapan kau datang?” Suri kaget karena benar-benar tidak mendengar Sarah masuk.“Beberapa menit lalu, dan menyadari kalau kau tidak makan semenjak kemarin.” Sarah menunjuk box berisi pizza yang kemarin ditinggalkannya. Tidak bergeser dan tidak ada tanda-tanda dibuka. Berarti Suri sama sekali tidak memakannya. “Jangan pedulikan itu!” Suri dengan cepat berusaha mengalihkan amarah Sarah, dan tahu apa yang akan membuatnya gembira. Suri mengambil surat yang tadi pagi diterimanya, menunjukkannya pada Sarah. “L

Suri membuka lipatan, dan mendapati merk yang sama untuk syal hangat itu. “Apa sudah cacat?” Suri membatin, mulai memeriksa dua benda itu dengan lebih teliti. Memeriksa setiap serat kain dan jahitan untuk mencari apakah ada yang longgar atau mungkin koyak. Tapi semuanya sempurna. “Apa ini bekas pembunuhan atau yang seperti itu?” Suri menebak ada alasan tragis di balik keputusan membuang barang mewah seperti itu.“Terserah saja.” Suri mengangkat bahu lalu mengalungkan syal itu di lehernya. “Tidak peduli dari mana, yang penting aku hangat.”Rasanya agak menyeramkan saat membayangkan pemilik sebelumnya dari syal itu adalah korban pembunuhan—atau mungkin milik seseorang yang sudah meninggal dengan tragis.Tapi saat ini benda itu berguna untuknya, maka Suri akan memakainya. “Milikku.” Suri tersenyum sambil mengusap syal yang kini membebat lehernya penuh hangat—nyari seperti pelukan lembut.Jauh lebih baik, tubuhnya tidak lagi menggigil dan tangannya pun hangat. “Siapapun dirimu aku ha

“Terima kasih, Connor.” Suri mengangkat kedua jempolnya. Conor baru saja membantu Suri mengangkut dua gulung kain besar ke atas. Hasil dari belanjaannya hari ini. “Kau seharusnya menghubungiku sejak awal. Aku akan membantumu berbelanja.” Connor meletakkan dua gulungan kain itu di sudut, bersama dengan gulungan kain lain yang menjadi persediaan. Semua gulungan itu memiliki warna yang berbeda, ada yang bergradasi ada pula yang normal, tapi semua berasal dari jenis bahan yang berbeda. “Aku tidak tahu akan sangat berat.” Suri tersenyum, tidak mengaku kalau sebenarnya segan meminta pertolongan Connor.Kalau tadi tidak kebetulan mereka bertemu di bawah, Suri lebih memilih membawa dua gulungan kain itu sendiri. Meski bersusah payah dan harus dua kali bolak-balik ke lantai bawah, Suri lebih memilih kerepotan itu. Ia tahu Connor akan membantu dengan sukarela, bahkan gembira. Tapi setelahnya Suri akan merasa memanfaatkan kebaikannya. Keadaan hatinya jauh berbeda. Sebelum semua kebohonganny

“Oh… syukurlah.”Taylor yang menunggu di luar UGD tampak lega saat melihat Leland datang bersama Suri. Yang penting Suri ada dulu. Ia mengabaikan kecanggungan bagaimana Suri lebih memilih berada di samping Silas, bukan Leland.“Bagaimana Kakek?” tanya Leland, tidak berhenti melangkah, langsung masuk ke UGD.“Sempat tersadar beberapa kali—mencari Anda dan Lady Suri.” Taylor akan mengikuti tapi matanya menangkap keberadaan makhluk ilegal yang hendak ikut masuk, mengikuti Suri dari jarak dekat.“Maaf, tapi tidak boleh. Siapa Anda?” Taylor sesaat bingung, tapi kemudian paham setelah melihat wajah Connor.“Aku bersamanya!” Connor menunjuk Suri yang sudah masuk.“Maaf, tapi Anda bukan anggota keluarga.” Taylor menahan saat Connor memaksa untuk maju dengan mendorong dadanya ke belakang. “Jangan menyentuhku! Suri sudah—”“Tidak boleh berarti tidak boleh.” Silas ikut berdiri di samping Taylor. Usia Taylor tidak muda, tapi Silas hanya beberapa tahun lebih tua dari Leland, lebih tegap dan kekar.