Semua Bab Penyakitku adalah Mencintaimu: Bab 11 - Bab 20

Puspa terbangun dari mimpinya.Puspa turun dari tempat tidur tanpa memakai sandal dan bergegas ke kamar putrinya. Dia menghela napas lega ketika melihat putrinya tidur nyenyak.Puspa pun menundukkan kepala dan mencium pipi putrinya dengan lembut.Sisy terbangun dan memanggil dengan mengantuk, "Ibu.""Iya, Ibu di sini." Puspa berbaring di samping putrinya dan memeluknya. Merasakan hangat napas dan suhu tubuh putrinya membuat gejolak emosi Puspa perlahan mereda.Puspa tidak bisa tidur.Setelah putrinya tertidur, Puspa bangun dan berjalan ke samping tempat tidur. Dia memandangi bulan terang yang tergantung tinggi di luar jendela.Cahaya bulan yang redup mulai memudar.Puspa merasa gelisah.Malam itu, bukan hanya Puspa yang tidak bisa tidur.Damar juga sama.Dia masih harus membantu Dokter Ariel besok pagi, jadi dia perlu tidur nyenyak agar bisa berenergi keesokan harinya. Namun, dia berguling-guling di tempat tidur dan otaknya terasa seperti sedang memutar film. Damar akhirnya minum pil t

Setelah Rina pulang, dia menelepon putrinya. Dia tentu menyadari bahwa pria yang datang ke klinik sore ini bukanlah orang sembarangan, jadi waktu itu dia telah mengubah rekam medis Almira.Rina tidak takut ketahuan.Waktu itu, Almira sedang hamil anak kembar. Almira mengalami pendarahan hebat saat dibawa ke rumah sakit. Bayi laki-lakinya tidak selamat, tapi bayi perempuannya berhasil selamat.Almira pernah menyelamatkan putrinya, Siska. Itu sebabnya membantu Almira sesuai dengan kemampuannya bisa dibilang bentuk balas budi.Almira dan Siska dulunya teman sekelas di SMA. Almira gemuk, sementara Siska berbintik-bintik. Mereka berdua terisolasi dan dikucilkan di kelas. Teman-teman di Kelas 2 bahkan menjuluki Siska "si gadis berbintik". Almira dan Siska sama-sama berasal dari kabupaten kecil, jadi mereka cukup dekat dan akrab.Orang tua Siska sudah bercerai dan Siska mengambil nama keluarga ibunya. Siska baru datang ke Kota Solana untuk tinggal bersama ayahnya saat SMA.Di semester pertama

Dewa keberuntungan kembali mengunjungi Almira untuk ketiga kalinya.Itu adalah semester pertama di tahun ketiga SMA.Sebenarnya, sepanjang SMA, Almira tidak mengatakan sepatah kata pun kepada Damar.Hingga semester pertama tahun ketiga.Almira dan Damar menjadi teman semeja.Namun, mereka juga tidak banyak mengobrol saat itu.Hanya sesekali saja berkomunikasi.Suatu kali, Almira mengambil buku pelajaran yang salah dan membuat banyak catatan di dalamnya. Setelah kelas selesai, Almira tiba-tiba menyadari bahwa buku itu milik Damar.Nama Damar tertulis di sana.Tulisan tangan Damar yang miring tercetak di sana.Lama sekali Almira hanya memandangi tulisan tangan Damar.Tulisan tangan Almira juga tertinggal di buku pelajaran Damar. Rasanya kedua tulisan tangan yang tidak sejajar itu perlahan saling mendekat.Hanya dalam waktu tiga bulan, denah tempat duduk diganti.Kehidupan SMA Almira berlangsung dengan damai sekaligus bergejolak. Dia berusaha keras untuk mengimbangi Damar dan juga berusah

Widya bertanya siapa nama Almira.Almira menjawab dengan jujur.Begitu mendengar nama Almira, ekspresi Widya langsung menjadi aneh.Lama sekali Widya menatap wajah Almira.Sorot tatapannya tampak agak menghina dan mencibir."Itu 'kan hanya video. Siapa yang melihat putriku mencuri uang? Apa ada di video itu? Putriku sedang mengobrak-abrik meja Almira, tapi siapa yang bisa membuktikan dia mencuri uang? Dia perempuan, mungkin dia sedang mencari tisu basah atau pembalut."Video itu hanya memperlihatkan Diandra memasukkan tangannya ke dalam laci meja Almira, tetapi tidak memperlihatkan dia sedang mencuri uang.Mata Diandra langsung menjadi berkaca-kaca. "Bu Guru, Ibu, waktu itu aku lagi datang bulan. Aku tahu ada pembalut di tas Almira, jadi aku mau mengambilnya.""Maaf, Almira. Aku menggeledah tasmu tanpa izinmu. Jangan marah, ya. Tapi, aku benar-benar nggak mengambil uangmu. Aku nggak butuh 18 juta itu. Kita 'kan berteman baik, bagaimana mungkin aku melakukan hal seperti ini?"Widya bala

Di dalam kamar tidur, cahaya di samping tempat tidur tampak remang dan lembut.Puspa berbaring di atas tempat tidur. Wajahnya yang putih tampak agak lembab. Dia menepuk-nepuk punggung putrinya dengan lembut, ekspresinya terlihat penuh kasih sayang.Sisy bergumam dalam mimpinya. "Ibu.""Iya, Ibu di sini."Selama tujuh tahun ini, hal yang paling tidak Puspa sesali adalah memiliki Sisy.Dia bahkan menganggap putrinya itu adalah anugerah terbaik yang diberikan langit kepadanya.Namun, tentu saja langit juga meminta kembali anugerahnya yang satu lagi.Puspa membuka pakaiannya dan menatap perutnya yang rata dan putih. Luka operasi sesarnya sangat samar, hanya ada garis merah muda tipis. Kulitnya putih dan tanda ini masih terlihat jelas bahkan setelah tujuh tahun.Setiap kali malam sudah larut dan semua orang sudah tidur, Puspa akan memikirkannya.Seandainya waktu itu dia pergi ke rumah sakit lebih cepat, putranya tidak akan meninggal.Atau seandainya waktu itu dia tidak berdebat dengan bibin