Penyakitku adalah Mencintaimu

Penyakitku adalah Mencintaimu

Par:  GiselleMis à jour à l'instant
Langue: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Notes insuffisantes
100Chapitres
12Vues
Lire
Ajouter dans ma bibliothèque

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scanner le code pour lire sur l'application

Puspa Andika membawa putrinya ke rumah sakit untuk berobat, tetapi dokter yang bertugas merawat ternyata adalah pacar yang sudah lama berpisah dengannya. Tujuh tahun telah berlalu. Puspa telah mengganti namanya dan tidak lagi bertubuh gemuk seperti dulu. Mantan kekasih Puspa tidak mengenalinya, pria itu juga tidak tahu bahwa Puspa diam-diam telah melahirkan anak perempuan mereka. Putrinya menggenggam tangan Puspa dan bertanya, "Ibu, kok Ibu menangis?" Puspa tidak dapat menjawab, rasanya dia hanya ingin berbalik badan dan melarikan diri. … Di masa remaja, Puspa akhirnya memetik bunga di puncak gunung yang diam-diam disimpan dalam hatinya. Sebuah gosip heboh menyebar di Universitas Solana. Damar Abimanyu yang cerdas, tampan dan sangat dingin itu ternyata menjalin hubungan rahasia dengan seorang gadis gemuk. Puspa pun menjadi target ejekan dan kritik. "Aku cuma main-main saja sama dia," kata Damar dengan suaranya yang dingin dan serak itu. "Aku akan segera pergi ke luar negeri." Puspa akhirnya mengakhiri hubungan cinta yang memilukan itu. Bertemu kembali dengan Damar justru mengganggu kehidupan Puspa yang damai. Padahal, Puspa sudah berusaha keras menjauhkan diri dari dunia Damar, tetapi dia malah berakhir di tempat tidur Damar .... Damar sampai mengeluarkan ancaman, menggunakan suap, berpura-pura sakit, bertindak seperti anak manja dan bahkan dengan tidak tahu malu untuk mengusir para pria yang berusaha mengejar Puspa. "Damar, kamu tahu nggak kalau aku sudah punya pacar?" Di dalam mobil Maybach, jemari Damar yang lebar dan lentik memeluk pinggang Puspa yang ramping sementara bibirnya mencium bibir Puspa dengan gila. "Kalau begitu, aku jadi kekasih gelapmu saja? Aku lebih kaya dan lebih muda darinya, aku pasti bisa memberimu pengalaman yang lebih hebat." Tujuh tahun lalu, Damar-lah yang ingin memacari Puspa secara diam-diam. Tujuh tahun setelahnya, Damar pula yang ingin menjadi kekasih gelap Puspa. Puspa pun memaki Damar gila dan Damar mengakui bahwa dia memang gila.

Voir plus

Chapitre 1

Bab 1

Puspa tidak menyangka akan bertemu Damar lagi.

Hari itu dia membawa putrinya yang berusia enam tahun ke rumah sakit untuk berobat.

Putrinya memiliki penyakit jantung bawaan dan harus menjalani pemeriksaan rutin.

Namun, saat Puspa mendorong pintu ruang dokter, dia sontak tertegun.

Pria itu duduk di sana sambil menghadap komputer, sepasang kacamata tanpa bingkai bertengger di batang hidungnya yang tinggi.

Jas dokter yang pria itu kenakan membuatnya tampak begitu dingin dan penyendiri.

Auranya begitu berwibawa dan tenang.

Wajah Puspa sontak memucat.

Hari ini, sebenarnya dia sudah membuat janji temu dengan Dokter Ariel. Sayangnya, Dokter Ariel sedang keluar untuk memeriksa pasien, jadi Puspa akhirnya mengubah janji temunya sesuai saran dari perawat.

Si perawat bilang bahwa Dokter Damar ini adalah seorang lulusan PhD yang kembali ke tanah air. Dia adalah mahasiswa favorit Dokter Ariel dan ruangannya ada di ruang nomor 8 poli jantung.

Puspa berdiri dengan kaku di pintu, jari-jarinya yang ramping mencengkeram gagang pintu dengan erat dan dia buru-buru menundukkan kepalanya untuk mengenakan masker.

Dalam sekejap, yang ada di benak Puspa hanyalah satu, yaitu membawa putrinya pergi.

Tujuh tahun.

Kapan Damar pulang?

Kehidupan Puspa selama ini begitu damai, dia tidak pernah menyangka akan bertemu Damar lagi.

Rasanya sekujur tubuh Puspa hancur, dia tidak tahu harus bereaksi bagaimana.

Insting Puspa membuatnya memegang tangan putrinya.

Telapak tangan Puspa basah oleh keringat, punggungnya gemetar karena gugup.

Tepat pada saat itu, suara rendah Damar pun terdengar dengan jelas.

"Masuk …."

Damar menengadah dan melihat ke arah pintu.

Pandangan Damar dari balik lensa tampak agak asing.

Saat mereka saling berpandangan, irama napas Puspa pun menjadi tidak teratur.

Wajah pria berusia 28 tahun itu seolah tumpang tindih dan terpisah dengan wajahnya saat berusia 21 tahun dan mengenakan kemeja putih. Dulu, Damar adalah mahasiswa populer di Universitas Solana.

Namun, Damar malah diam-diam menjalin hubungan dengan seorang gadis gemuk yang berat tubuhnya hampir 100 kg.

Puspa menatap Damar dengan tenang sambil menggertakkan giginya. Dia mencoba memegang tangan putrinya untuk pergi, tetapi tubuhnya seolah mematung.

Pupil mata Damar terlihat gelap dan tenang, jari-jarinya mengetuk meja dengan ringan.

"Sisy Andika, ya? Coba aku lihat dulu rekam medisnya."

Ekspresi Puspa kembali normal, tetapi wajahnya masih pucat. Dia menyentuh wajahnya dan seolah tersadar kembali saat meraba masker itu.

Puspa pun kembali tenang.

Damar tidak mengenalinya.

Karena namanya sekarang adalah Puspa, bukan lagi Almira Narendra seperti tujuh tahun lalu.

Puspa bukan lagi gadis gemuk seperti dulu. Sekarang, dia setinggi 170 cm dengan berat badan sekitar 45 kg.

Putrinya Puspa pun berjalan mendekat dan duduk di kursi agar Damar dapat mendengarkan detak jantungnya.

Damar mencondongkan tubuh lebih dekat dan Puspa menatapnya. Napas dingin Damar yang samar-samar terasa di dada seolah begitu familier, tetapi juga asing. Puspa refleks memegang bahu ramping putrinya.

Ekor matanya kembali refleks memandang wajah Damar lagi.

Damar mengenakan kacamata tanpa bingkai dan memancarkan aura yang dingin.

Pria itu mengenakan kemeja putih di balik jas dokternya, tetapi tekstur kemejanya sangat bagus. Damar mendengarkan detak jantung putri Puspa dengan saksama dan sesekali mengernyit, lalu berkata kepada Puspa, "Harus banyak hati-hati dalam kehidupan sehari-hari. Bersiaplah menjalani operasi dalam dua tiga tahun lagi. Kamu pasti sudah tahu seberapa besar biayanya."

Damar melirik tas di lengan wanita yang ada di depannya. Tas itu terbuat dari kulit sapi berwarna hitam, pegangannya sudah usang dan mengelupas. Wanita ini mengenakan sepatu kanvas putih dan celana jins yang sudah pudar. Pakaiannya tampak sangat kasual dan sepertinya wanita ini akan kesulitan membayar biaya operasi yang mahal.

Hal semacam ini sangat umum terjadi di rumah sakit.

Namun, hari ini entah kenapa Damar kembali memandangi wanita itu lebih lama.

Tubuhnya kurus, tinggi dan berkulit putih. Dia memakai masker dan rambutnya dikuncir kuda rendah. Wanita ini sekilas tampak masih muda, tetapi putrinya sudah berusia enam tahun.

Wanita ini memiliki leher yang panjang dan ramping, beberapa helai rambut hitamnya tergerai di sekitar lehernya dengan lembut. Rambutnya itu tampak begitu halus dan ringan.

Wanita itu menundukkan pandangannya dan tidak menatap Damar.

Dia berdiri di belakang putrinya dan terlihat seperti patung penjaga.

Maskernya menutupi hampir separuh wajahnya sehingga yang terlihat hanyalah sepasang matanya yang tampak agak sendu.

Semenjak masuk, wanita ini tidak banyak bicara. Damar sedikit mengernyit, dia pikir wanita ini tidak puas dengannya karena menganggapnya masih terlalu muda dan karena sebenarnya dia sudah membuat janji temu dengan Dokter Ariel. Damar pun berkata, "Kalau kamu keberatan dengan diagnosisku, aku bisa memindahkan kasusmu ke poli anak. Ini masih jam konsultasi Dokter Ali dari poli anak. Kamu bisa mengajak putrimu ke sana untuk mendapatkan opini kedua dari Dokter Ali."

Wanita itu mengangguk tanpa suara, poninya menutupi alisnya.

Dia meminta maaf sudah mengganggu dengan suara yang berbisik.

Setelah itu, dia mengambil rekam medis yang tersebar di atas meja dan pergi bersama putrinya.

Damar menatap punggung wanita itu dan kernyitannya makin kentara. Setelah Puspa pergi, Damar mendorong kacamatanya ke pangkal hidung dan melanjutkan pekerjaannya.

Dia memeriksa dua pasien lagi setelah itu.

Damar beristirahat sejenak selama beberapa menit, lalu merebus sepanci air dan mengangkat telepon dari ketua kelas SMA-nya dulu, Aldi Rahman.

"Kelas 3 akan reuni tanggal 20 bulan ini. Semua orang yang menetap di Kota Solana sudah memastikan mereka akan datang. Ada beberapa yang berada di luar negeri selama beberapa tahun terakhir dan akhirnya kembali tahun ini, jadi mereka bersikeras mau datang."

"Oke," kata Damar, "Nanti kuperiksakan jadwalku dulu, jadwalnya belum keluar."

"Kamu sibuk sekali, sih. Kita sudah sering sekali mengadakan reuni, tapi hanya kamu dan Almira yang nggak hadir." Setelah itu, Aldi terus membahas soal Almira. "Kamu masih ingat Almira? Perempuan paling gendut di kelas kita itu loh. Dia kayaknya menghilang setelah lulus kuliah. Kamu masih ingat dia?"

"Halo? Halo, Damar? Apa kamu mendengarkan?"

"Hei, kenapa kamu diam saja sih?"

"Sinyalnya jelek, ya? Kenapa aku nggak bisa mendengar suaramu?"

Ketel di atas meja mendidih dan berdesis. Air panasnya meluap dan membasahi beberapa lembar kertas di atas meja.

Damar tetap duduk diam dengan posisi yang sedang mengangkat telepon. Wajahnya yang tampan tampak tenang, tetapi pandangannya di balik kacamata tampak nanar.

Pintu ruangannya pun terbuka.

Seorang perawat yang lewat bergegas masuk dan berkata, "Ya ampun, airnya tumpah. Dokter Damar nggak apa-apa?"

Damar tersadar dari lamunannya.

Dia berdiri, tetapi tidak menanggapi perawat itu. Dia malah berjalan beberapa langkah ke jendela dan jari-jarinya yang memegang ponsel terasa agak tegang.

"Dia nggak pernah menghadiri reuni kelas?"

Nada bicara Damar terdengar tenang, tetapi sorot tatapannya tampak mendalam.

"Siapa? Sinyal di sana jelek, ya?" kata Aldi lagi. "Oh, Almira? Iya, nggak pernah. Aku nggak bisa menghubunginya."

Aldi mengatakan sesuatu yang lain, tetapi Damar tidak berniat mendengarkan.

Si perawat perempuan muda tampak tersipu saat membantu Damar merapikan meja. Dia ingin memulai percakapan, tetapi Damar tampak melamun seolah sedang memikirkan sesuatu dan tidak berniat untuk berkomunikasi. Perawat perempuan itu pun terpaksa pergi.

Damar hanyut dalam lamunannya sendiri.

Masih ada tiga pasien lagi pagi itu, tetapi kondisinya kurang baik. Damar pun berusaha keras untuk menenangkan diri dan akhirnya menyelesaikan pekerjaan pagi itu.

Dia membuka laci dan mengeluarkan sebuah kotak panjang dari beludru biru. Ketika dibuka, ada sebuah pulpen hitam di dalamnya.

Pulpen ini tidak sengaja Damar jatuhkan beberapa hari yang lalu. Dia sudah memakai pulpen ini selama enam tujuh tahun, terlihat jelas ada tanda-tanda pemakaian. Cat hitam di bodi pulpen ini sudah terkelupas.

Tintanya bocor karena habis terjatuh dan baru saja diperbaiki, jadi Damar tidak menggunakannya dan menyimpannya dengan aman di dalam laci.

Damar memijat dahinya, tiba-tiba dia merasa sangat lelah dan lemah.

Puspa naik bus bersama putrinya.

Pikirannya penuh dengan berbagai kenangan dan dia refleks mengingat kembali pesta tujuh tahun lalu.

Saat pesta ulang tahun Damar.

Puspa berjalan menuju pintu ruang privat dengan gembira sambil membawa kotak hadiah.

Kehebohan di dalam ruang privat itu terdengar dengan jelas.

"Sial, apa itu di leher Kak Damar? Ada bekas ciuman! Kak Damar, jangan bilang kamu tidur sama gadis gendut itu?"

"Nggak mungkin! Kak Damar, apa gadis gemuk itu benar-benar pacarmu?"

"Bicara apa sih? Kalau lampu dimatikan, ya semuanya sama saja. Hahaha."

"Seriusan, Kak Damar? Aku kaget sekali waktu baca gosip ini di forum. Kamu benar-benar pacaran dengan gadis gendut itu?"

"Itu pasti karena gadis gendut itu menggunakan segala cara untuk mengancam Kak Damar dengan masalah Diandra. Kalau nggak, mana mungkin Kak Damar jatuh cinta pada makhluk segendut itu?"

Kemudian, terdengarlah suara Damar.

Almira tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi waktu itu.

Mungkin karena Damar memiliki suara yang khas, unik dan memikat. Bahkan suara nyanyian di dalam ruang privat dan ejekan sarkastis yang dilemparkan tidak dapat menyamarkan suara Damar.

"Iya, aku hanya main-main kok. Aku mau ke luar negeri bulan depan."

Almira berdiri di luar ruang privat dengan mata yang berkaca-kaca. Hatinya terasa begitu sakit dan dia merasa seperti tercekik.

Damar terlahir dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Puspa juga tidak pernah berharap bisa bertahan lama dengan Damar. Dia juga sudah tahu bahwa Damar akan pergi ke luar negeri. Hari ini adalah ulang tahun Damar yang ke-21 dan Puspa berencana untuk mengakhiri hubungan mereka setelah merayakan ulang tahun Damar.

Namun, cinta Almira yang tidak berbalas itu berubah menjadi abu di tengah kata-kata dingin dan penuh ejekan.

Hadiah yang Almira berikan adalah sebuah pulpen berwarna hitam.

Almira menabung empat juta selama dua bulan bekerja paruh waktu untuk membeli pulpen itu.

"Ini benda murahan dari mana sih?" ejek teman-teman Damar. "Apa gadis gendut itu yang memberikannya padamu? Kamu 'kan juga pakai pulpen jenis ini."

"Kapan Kak Damar pakai merek murahan seperti ini? Benar-benar nggak berkelas."

"Ibu …."

Tiba-tiba, putri Puspa menggenggam tangan Puspa.

Puspa pun tersadar dari kenangan yang menyesakkan itu dan memeluk putrinya.

Dia memandangi wajah putrinya yang agak mirip dengan Damar. Seiring putrinya tumbuh dewasa, alis dan matanya pun makin mirip dengan Damar.

"Bu, apa dokter yang memeriksaku hari ini itu Ayah?"
Déplier
Chapitre suivant
Télécharger

Latest chapter

Plus de chapitres

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Commentaires

Pas de commentaire
100
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status