Tous les chapitres de : Chapitre 111 - Chapitre 120

"Ayah!"Zein yang sedang memanasi mobil pun menoleh pada Gevano yang memanggilnya di depan pintu. Putranya sudah memakai pakaian yang rapi untuk daftar sekolah hari ini."Ada apa, Gevano?""Aku ingin membawa mainan tapi Ibu melarangnya. Aku hanya ingin menunjukkan pada temanku nanti, tapi Ibu tak mengizinkannya," adu anak kecil itu cemberut."Menurut saja sama Ibumu," sahut Zein terkekeh."Ayah tidak membelaku? Ibu tadi mengomeliku. Ayah harus membelaku," protes Gevano."Ayah pun takut diomeli ibumu.""Tubuh Ayah besar dari ibu," sahut Gevano. "Ayah takut pada ibu? Kenapa?"Zein mendekati putranya, lalu berjongkok di depan anak kecil itu sambil memegangi pundaknya. "Dengar ini, Gevano. Ibu adalah wanita yang melahirkan dirimu ke dunia ini. Dia mempertaruhkan nyawanya saat melahirkanmu. Ayah melihatnya saat itu. Jadi sebagai seorang anak kau harus menghormatinya, menyayanginya, dan tak boleh memperlakukannya dengan buruk. Pada wanita lain kau harus melakukan hal yang sama juga. Menghorm

Chella dan Vannia jalan-jalan bersama di supermarket. Vannia belanja bulanan untuk keluarga kecilnya dan Chella belanja untuk dirinya sendiri. Dari trolli yang mereka dorong sudah menunjukkan status mereka saat ini."Kau belum memiliki kekasih, Chella?" tanya Vannia memulai obrolan."Ya seperti yang kau lihat," sahut Chella seraya mengambil mi instan cup."Umurmu sudah cukup dan dalam segala aspek kau benar-benar sudah siap untuk menikah. Kenapa tidak mencoba menjalin hubungan dengan pria saja?"Chella terkekeh pelan. "Ya tak semudah yang kau ucapkan, Vannia. Aku itu sangat sulit untuk mempercayai pria. Apalagi aku melilik dari kehidupan rumah tanggamu sebelumnya. Aku jadi takut.""Setiap orang memiliki takdir yang berbeda, Chell. Aku seperti ini karena memang sudah takdirku. Aku hanya berjodoh dengan Renvier lebih dari satu tahun saja dan ternyata cinta sejatiku adalah Zein. Oleh sebab itu, semuanya terjadi padakh. Aku diselingkuhi sampai pada titik akhir, aku dan Renvier bercerai. Ma

"Sayang, kau sudah pulang?"Vannia yang baru masuk bersama kedua anaknya ke dalam rumah pun cukup terkejut dengan keberadaan Zein di ruang tengah. Vannia berpikir rumah sedang kosong karena Zein sedang bekerja. Ternyata suaminya ada di rumah sekarang."Lho, kau tak bekerja?" tanya Vannia mendekati suaminya."Ibu, aku ke kamar, ya!" seru Gevano seraya berlari menuju kamar."Iya, Gevano. Langsung ganti pakaianmu, ya," sahut Vannia."Baik, Ibu!" sahutnya. "Geira! Ayo ikut Kakak ke kamar!" Gevano menuntun tangan kecil itu, tetapi Geira malah menolak dan berlari menuju ruangan santai mengambil bonekanya. Gevano tak masalah soal itu, ia melanjutkan langkah menuju kamarnya saja.Sementara itu, Vannia duduk di sofa. Menunggu sahutan dari Zein yang tak langsung menjawab pertanyaannya tadi. Suaminya itu terlihat seperti orang yang sedang banyak pikiran."Zein, apa yang terjadi?"Zein mengembuskan napasnya yang terasa berat sambil mendongkak kepala. "Aku harus tiba di Jerman besok. Perusahaan di

Anya memasuki rumah Ronald. Inilah alasan dirinya memperbolehkan Renvier untuk mengantar dan menjaga putrinya di sekolah. Ia perlu bertemu Ronald dengan alasan ingin spa bersama dengan teman-temannya. Padahal niatnya ingin menemui Ronald atas permintaan mendadak pria itu."Apa maumu, Ronald? Kau mengharuskan aku bertemu denganmu siang ini. Bahkan tak menerima penolakan sama sekali?" tanya Anya pada Ronald yang duduk di depan kolam.Ronald melepas kacamata hitamnya, lalu menurunkan kacamata itu sambil mengulas senyuman yang manis. "Silakan duduk, Sayang. Ada hal yang ingin aku sampaikan. Ini sangatlah penting."Anya pun duduk di kursi yang ada di sana. Ia kembali menoleh pada Ronald dengan tatapan menuntut penjelasan. "Apa, Ronald?""Aku ingin kau segera mengambil tanah Renvier yang ada di dekat sekolah putri kita. Kau tahu tanah luas dekat dengan toko alat tulis itu, bukan? Aku ingin memilikinya bagaimana pun caranya.""Ronald, aku baru saja memberikanmu tanah yang kau inginkan. Tanah

Sepanjang perjalanan pulang Vannia terus saja terpikir soal perilaku Renvier tadi di kantin. Apakah benar Renvier benar-benar mengubah niatnya? Dia bilang hanya ingin berteman dan melihat pertumbuhan Gevano tanpa mengganggu putra sulungnya itu. Apakah itu benar adanya? Sulit bagi Vannia untuk mempercayai pria itu dengan utuh."Jika benar apa yang dia katakan maka ... aku tak menanggung rasa khawatir lagi tiap harinya. Tapi bagaimana jikalu ini hanyalah siasatnya untuk membuatku lengah? Dia akan menculik Gevano ketika aku mulai terbuai dengan sikap baiknya. Iya, itu benar. Aku tak boleh mudah terpengaruh oleh perilakunya semanis apapun. Bisa jadi dia hanya ingin memanipulasi perasaanku saja," gumam Vannia."Ibu," panggil Gevano yang sontak membuat lamunan Vannia buyar seketika.