All Chapters of GAIRAH LIAR IBU TIRIKU: Chapter 31 - Chapter 40

"Apa yang sedang kamu pandangi?" tanya Meghan pada Barbara yang masih asik memandangi Hardin. Ingin rasanya dia mencungkil manik mata wanita liar itu karena sudah lancang menatap penuh nafsu pada Hardin."Ah, tak ada." Barbara sedikit tersentak karena ucapan Meghan. Dia lantas menggeleng seraya memalingkan wajahnya dari tatapan tajam wanita itu."Pergi dari sini dan jangan menemuiku lagi, paham?!" Meghan kembali menunjuk ke arah pintu seraya menatap garang pada wanita di hadapannya. Dia tahu jika Barbara menginginkan Hardin. Dasar wanita gila! Dia tak segan-segan menguliti wanita tua itu jika sampai berani menggoda kekasihnya."Baiklah, saya akan pergi. Lagi pula, saya sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaan saya." Barbara memberi wajah jengah pada Meghan. Tangan kanannya segera meraih tasnya dari sofa. Pandangannya kembali pada wanita dengan dress selutut motif bunga di hadapannya.Dia menaikan sudut bibirnya lalu berkata, "Saya mengerti kenapa Anda tak lagi memesan 'barang' pada s

Sore itu di Toronto, Kanada.Tepatnya di kantor Quantum Company Group, perusahaan properti milik Daniel. Tampak pria itu sedang duduk pada bangku kebesarannya. Sementara di seberang mejanya tampak dua orang pria berpakaian formal yang sedang berdiri tegap. Mereka adalah Duncan dan Janied, dua orang pria muda itu adalah putera Daniel dari istrinya.Duncan dan Janied adalah saudara kembar. Usianya sekitar 35 tahun.Ibu mereka, Rihana telah meninggal saat keduanya menempuh pendidikan tingkat awal sekolah dasar.Wajah keduanya tampak tidak cerah setelah mendengar cerita Daniel tentang Hardin, adik mereka yang terlahir dari lain ibu dan merupakan wanita gelap ayahnya. Duncan dan Janied tidak bisa menerima begitu saja saat Daniel mengatakan jika Hardin memiliki hak yang sama atas seluruh hartanya.Janied, kakak dari Duncan dan merupakan CEO perusahaan Quantum Company tidak terima dengan keputusan Daniel.Begitu juga dengan Duncan, meski dirinya terbilang yang lebih bodoh dari Janied, dia

Pagi menjelang siang. Hardin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Menembus keramaian dan lalu-lalang jalan kota. Bising suara klakson pengendara lain tak lagi ia hiraukan. Hardin terus menambah kecepatan mobil seolah sedang balapan di arena sirkuit.Hatinya sangat kacau, pikirannya pusing membayangkan Edward yang kini sedang menggumuli tubuh polos Meghan di tengah ranjangnya.Oh, shit!Dihantamnya kemudi mobil. Bibirnya meracau memaki-maki Edward. Benar-benar brengsek! Kenapa dirinya hanya diam saja saat Meghan menoleh padanya, memberikan tatapan sendu. Tatapan itu mengatakan jika dirinya tak mahu melayani Edward. Wanita itu bahkan memelas padanya.Tapi apa yang bisa dirinya perbuat?Dia hanya bergeming memandangi Edward yang dengan kasar menyeret Meghan memasuki kamarnya. Bodoh, sangat bodoh! Hardin memaki dirinya kali ini. Kepalanya digelengkan setelah mengusap kasar pada wajahnya lebih dulu.Keadaan ini benar-benar rumit. Terlebih rasa cintanya pada Meghan. Dia tak bis

Entah pukul berapa ini, Hardin berusaha membuka matanya saat seorang pria menarik kantung hitam yang menutupi kepalanya. Dia sudah didudukan pada sebuah bangku kayu. Pandangan samar-samar melihat seorang wanita yang sedang duduk di hadapannya. Wanita itu duduk pada tepi sebuah ranjang, tepat di depan mata.Pandangannya mencoba memindai tempat dimana dirinya saat ini. Sebuah kamar, entah dimana persisnya. Tempat ini terasa begitu asing. Tatapannya kembali pada wanita di hadapannya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali sampai pandangan mulai jelas. Tengkuk lehernya masih terasa sakit, dia memperhatikan wanita itu dengan penuh selidik."Kamu sudah sadar? Bagus, itu artinya kita bisa segera bermain," ucap wanita itu. Bibirnya begitu merah dengan riasan wajah yang tebal. Cukup cantik meski sudah tak muda lagi. Wanita itu menatapnya seraya menikmati sebatang rokok. Sesekali ia hembuskan asap rokoknya ke wajah Hardin, lalu tersenyum binal."Siapa kamu? Kenapa kamu menculikku?!" Hardin ya

Hardin memandangi wajah pucat Meghan yang masih mematung. Meski tak ada jawaban dari bibir itu, namun kebisuan Meghan sudah memberinya jawaban.Benar-benar biadab!Teganya Edward menyakiti wanitanya sampai seperti ini. Sepertinya dia harus memberi perhitungan dengan ayahnya itu. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat tatapan Meghan menuju padanya, tatapan yang semulanya kosong dan dingin itu mulai hangat dan hidup."Meghan, aku ingin membawamu pergi dari kegilaan ini. Kita akan tinggal di apartemenku di Manhattan. Apa kamu mahu?" Hardin meraih kedua tangan Meghan, dikecup jemari itu lalu dipandangi wajah cantik dalam dilema di hadapannya."Tidak, Hardin. Aku tak ingin pergi ke mana pun. Jika ada tempat yang ingin aku kunjungi, maka itu adalah Polandia. Aku ingin kembali ke tempat asalku," lirih Meghan. Pandangannya sayup dan tampak putus asa.Hardin terdiam sesaat. Sebenarnya apa yang terjadi pada Meghan. Kemana perginya keceriaan dan tatapan hangat wanita ini?Dia merindukan Megh