All Chapters of TO GET HER: Chapter 11 - Chapter 20

Chapter 12Musatahil MenghindarMarcello mengenakan pakaian balapnya kemudian memasuki ruang tes simulator, sebuah ruang kedap suara yang dipenuhi layar melingkar. Terdapat kokpit, setir, dan pedal yang dibuat menyerupai mobil balap F1 sungguhan, begitu pintu tertutup cahaya di ruangan itu meredup dan hanya ada cahaya yang terpancar dari monitor besar yang memproyeksikan lintasan balap. Sementara udara di ruangan itu diatur menyesuaikan iklim sirkuit negara yang dipilih, kali ini Marcello melakukan tes simulator untuk balapan di Singapura.Pembalap lain menganggap Circuit de Monaco di Monte Carlo adalah sirkuit tersulit karena jalanan sempit dan berliku tajam sehingga hampir tidak memberikan ruang pada pembalap untuk melakukan kesalahan. Namun, bagi Marcello sirkuit tersulit adalah sirkuit di Singapura karena di samping cuaca lembap dan panas sehingga menguras fisiknya, jalanan di sirkuit tersebut juga tidak sehalus sirkuit lain membuat ban lekas tergerus ditambah tikungan yang berjum

Chapter 14Cadangan NyawaElio bersiul seraya melangkah dengan riang menyusuri koridor kamar hotel, tinggal beberapa jam lagi ia akan kembali ke Argentina dan setelah berpindah-pindah negara sepanjang musim balap tahun ini bisa masuk urutan sepuluh besar rasanya sepadan dengan lelah yang dijalaninya. Ibunya sudah berulang kali menelepon untuk memastikan jam berapa pesawat yang ditumpanginya akan mendarat seolah tidak sabar lagi untuk melihatnya, tentu saja dirinya juga sangat merindukan ibunya dan masakan ibunya.Elio berusia dua puluh delapan tahun dan menjadi pembalap F1 bisa dibilang hanya karena kebetulan, ia tumbuh di keluarga sederhana di sebuah kota kecil dan kebetulan ayahnya memiliki bengkel mobil. Elio terbiasa membantu pekerjaan ayahnya dan terkadang mencoba performa mobil yang diperbaiki ayahnya lalu pada usia tujuh belas tahun ayahnya memberinya sebuah mobil tua yang kemudian membuatnya memasuki dunia baru yaitu balapan liar di jalanan dan taruhan. Suatu ketika Elio kehi

Chapter 16 Percakapan Sunyi JiwaAneesa mengamati sekitar, suasana terkesan formal hanya ada dirinya dan Barron di sana membuatnya merasakan sedikit canggung di dalam benaknya. Namun, kapan lagi bisa menikmati seluruh karya seni di galeri seni secara privat? Untunglah suara musik klasik instrumental dari speaker tersembunyi yang mengalun lembut dan pelan membuat keheningan tidak terlalu kental menyelimuti ruangan yang luas itu. Aneeesa mendekati patung perunggu berbentuk wajah manusia yang diletakkan di atas pedestal berbentuk wajah manusia kemudian dengan lembut mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan untuk mengamati lebih dekat patung tersebut. Bagi mata biasa mungkin hanya bongkahan logam dingin yang dipoles, namun di mata Aneesa permukaan yang dingin itu menyimpan denyut tangan sang pemahat, kesabaran, juga kesendirian panjang yang melahirkan bentuk dan emosi sang seniman.Aneesa melangkah ke bagian lain dan berhenti di depan sebuah lukisan abstrak ombak di laut dalam nan gelap

Cahpter 18 Menyuruhnya Menjauh “Kau tidak bilang kalau kau akan membeli properti di sini,” kata Aneesa seraya mengikuti langkah panjang Marcello. Marcello yang melangkah dengan santai memasuki rumah Aneesa tidak menoleh. “Aku sudah bilang ingin ke rumahmu, ada yang ingin kubicarakan. Tapi, kau malah bilang mau pergi dengan Barron.” Aneesa memutar bola matanya. “Aku dan Barron sudah memiliki janji terlebih dulu, aku merasa tidak enak kalau aku membatalkan tiba-tiba. Lagi pula, kau bisa ke sini setelah aku pulang. Maksudku, kau bisa ke sini kapan saja.” Tiga puluh menit yang lalu mereka berpisah di depan cafe dan Marcello pergi menggunakan taksi yang dipesan secara online, tetapi beberapa menit kemudian sebuah taksi berhenti di depan mobil yang dikemudikan Lyndi dan Marcello keluar dari taksi tersebut kemudian tanpa mengatakan apa-apa , hanya memberikan aba-aba agar Lyndi membuka pintu mobil, Marcello pun berpindah ke dalam Range Rover Velar-nya. Marcello tersenyum sinis

Chapter 20Lembut dan Tulus Tiga gelas kopi tersaji di atas meja. Dua gelas kopi hitam, sedangkan satu gelas lainnya berisi cappucinno dengan foam lembut dan tipis di atasnya. Tiga gelas jus jeruk dengan warna segar juga tersaji di sana dan telur setengah matang di atas roti panggang tipis dengan alpukat yang diiris tipis-tipis dipadukan dengan saus hollandaise, sementara sepiring besar potongan buah segar disusun di atasnya, tidak lupa beberapa potongan sourdough dengan selai blueberry juga tersaji di meja makan. Aneesa berdiri di samping meja makan, menatap sarapan sederhananya yang terlihat menggiurkan lalu mengambil gelas berisi jus jeruk dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya berada di atas meja kemudian menyeruputnya. “Sudah kubilang, kau lebih cocok menjadi seorang chef dibandingkan menjadi pembalap,” katanya sembari meletakkan gelas jus yang isinya tinggal separuh. Marcello menarik kursi lalu duduk kemudian mengambil gelas jus. “Sudah kubilang juga, masakanku hany