Feny masih ingin bicara, tetapi karena ada Tia, Feny terpaksa menahan diri.Di koridor, Susan berjalan berdampingan dengan Tia.Ada kekhawatiran dalam sorot mata Tia. "Susan, nggak kusangka keadaanmu sesulit ini. Kalau kamu butuh bantuan, datanglah padaku kapan saja."Susan menggerakkan bibirnya, berkata pelan, "Nggak apa-apa, aku nggak peduli."Dahi Tia mengernyit makin dalam. "Tentu saja kamu boleh peduli. Kamu juga punya hak buat marah."Ekspresi Susan sejenak tampak kosong.Ini pertama kalinya ada seseorang yang mengatakan padanya bahwa dia boleh marah, boleh peduli pada perasaannya sendiri.Dulu, dia tak berani marah atau mempedulikan hal-hal kecil, karena tak ada seorang pun yang peduli padanya.Namun, sekarang, Susan memang sudah tidak peduli lagi.Dia tersenyum tipis, menatap tenang ke arah Tia. "Bu Tia, sungguh, aku baik-baik saja."Dia tak ingin Tia terlibat. Keluarga Sutedja itu kaya dan berpengaruh, di kota ini, pengaruh mereka hampir tak tertandingi.Seorang guru SMA jelas
Read more