Bagas duduk di ruang kerjanya, lampu meja satu-satunya sumber cahaya yang menerangi berkas-berkas laporan di depannya. Tangannya mengetuk pelan meja, matanya menelusuri angka-angka dengan fokus penuh.Tapi sesekali, wajah Biya muncul di kepalanya dengan mata yang penuh air mata, tubuh yang gemetar saat memeluknya, dan suara lirih yang memohon perlindungan darinya. Dadanya terasa sesak, namun rahangnya mengeras.“Fokus, Bagas,” gumamnya pada diri sendiri, menyandarkan tubuh ke kursi. Ia meraih ponselnya, menghubungi Nando, sekretaris pribadinya.“Mulai jalankan tahap berikutnya. Kita harus bikin Ardhanaya Corp kehabisan napas sebelum akhir bulan.”“Baik, Pak. Semua sudah siap.”“Bagus. Jangan ada celah. Gue nggak mau ada kesalahan.”Setelah panggilan berakhir, Bagas menutup matanya sebentar. Bayangan Biya kembali muncul, membuatnya menekan pelipis kuat-kuat.“Maaf, Biya,” batinnya lirih.Hari berganti dan pagi itu, instruksi Bagas mulai dijalankan. Nando sudah mengatur tim bayangan yan
Last Updated : 2025-09-15 Read more