Biya mendekat, langkahnya berat karena gemetar, tapi keberaniannya lebih kuat dari rasa takut. Kedua tangannya meraih lengan Arsen yang kekar, dingin, dan menegang seperti batu. Ia mengguncang tubuh itu, meski perbedaan tenaga begitu besar.“Apa maksud abang ngomong gitu, jelasin, Bang,” ucap Biya, suaranya serak, penuh desakan. Matanya basah, wajahnya memohon, seolah nyawanya sendiri tergantung dari jawaban itu.Arsen terdiam, matanya menatap lurus ke dinding kosong di belakang Biya. Rahangnya mengeras, urat-urat di lehernya menegang. Napasnya berat, seperti ada ribuan kata yang menekan dari dalam dadanya, tapi tak bisa keluar.“Bang, tolong jangan bikin aku bingung gini. Aku adik kamu, kan? aku punya hak untuk tahu semua masalah di keluarga ini,” lanjut Biya lagi, guncangannya semakin kuat.Arsen akhirnya menoleh, tatapannya jatuh ke mata Biya. Ada amarah, ada luka, dan ada ketakutan yang jarang sekali ia tunjukkan. “Kalau abang bilang, kamu nggak akan sanggup nerima.”“Aku sanggup,
Last Updated : 2025-09-28 Read more