Semua Bab Bangun Sebagai Putri Sang Penguasa : Bab 111 - Bab 120

“Kak, apa kau tidak mau membeli sesuatu?” Lucy bertanya kepada Liam. Sejak tadi pria itu terus-terusan bertanya apa dirinya sudah membeli semua barang yang diinginkannya atau belum, seolah-olah dia ingin cepat pulang.Jadi Lucy melakukan segala macam cara untuk mempertahankan pria itu di sampingnya. “Bagaimana kalau kita makan?” Dia menawarkan lagi.Liam mengembuskan napas panjang dan berhenti melangkah. “Tapi aku tidak lapar sama sekali. Lagi pula kita sudah makan malam di rumah. Kau juga tadi ada di meja makan.”Lucy cemberut. “Tapi aku belum mau pulang.”“Ini sudah terlalu malam, Lucy.” Liam menjawabnya. Seperti sudah berusaha cukup sabar dengan anak itu. “Sejak tadi kau membeli barang-barang yang tidak penting. Kalau memang tidak ada yang ingin dibeli lagi, sebaiknya kita pulang.”Lucy berdecak dalam benaknya. Sialan! Dirinya harus mencari cara lebih baik. Bahkan saat sedang bersamanya pun, pria itu seperti sangat jauh darinya. Berbeda sekali saat dia sedang bersama Rosalie. Wajah

Saat itu, saat kedua kalinya Liam menyaksikan Rosalie berbincang bersama Brian, Liam langsung sadar bahwa batas yang sudah dilewatinya terlampau jauh. Terlalu jauh, sampai Liam mengutuk berdirinya sendiri untuk menyadari perasaan itu sudah sampai pada tempat yang tidak seharusnya.Rasa cemburu itu membuat lukanya meradang di lubang yang ada di tengah dadanya. Ketidakmungkinan yang muncul untuk dirinya bersama Rosalie membuat dadanya menganga dan sekarang itu seperti disiram air garam.Dirinya dan Rosalie adalah saudara. Tidak seharusnya ada perasaan semacam itu yang muncul di sana. Tapi kedua tangannya mencengkeram bagian setir kemudi sangat kuat. Seolah siap menghancurkan siapa saja saat itu.Suara pintu yang dibanting dari sisi lainnya membuat Liam tersentak dan melirik ke samping. Menemukan Lucy sudah keluar dari mobilnya. Anak itu pergi ke pintu belakang untuk mengambil barang-barangnya.“Pergilah. Aku yang akan membawa semua barang-barang itu nanti ke kamarmu.” Liam berpesan kepa

“Apa yang kita lakukan di sini?” Rosalie bersuara saat dirinya dan Liam berdiri di depan sebuah pintu masuk pusat perbelanjaan.Liam langsung menatap Rosalie. “Sejujurnya aku juga tidak tahu,” dia mengakui sambil meringis.Rosalie memandangi pria itu geli. “Lantas kenapa mengajakku ke sini kalau kau sama sekali tidak tahu apa yang akan kita lakukan?”“Karena ini adalah satu-satunya tempat yang terpikirkan olehku untuk bersenang-senang. Biasanya kebanyakan orang pergi ke tempat-tempat seperti ini untuk melakukan sesuatu yang katanya disebut bersenang-senang.”Liam sebenarnya tidak terlalu mengerti bagaimana tentang perspektif orang lain mengenai istilah ‘bersenang-senang’. Tidak pernah bertanya tentang hal itu kepada siapa pun juga.Tapi pusat perbelanjaan adalah tempat yang selalu ramai. Nyaris tidak pernah sepi. Keuntungan lainnya, semua hal juga ada di sana. Bisa disebut komplet.Kalau kau lapar, ada berbagai macam restoran di sana. Kalau kau ingin berbelanja, setiap toko untuk kebu

“Kalau aku mengajakmu ke suatu tempat, apa kau akan keberatan?” Liam bertanya.Hari sudah malam saat itu dan mereka sudah kembali ke area perkotaan. Ingin pulang ke rumah. Tapi sebelum itu, Liam ingin mengajak Rosalie pergi ke suatu tempat terlebih dahulu.“Ke mana?” Rosalie menyipitkan mata penasaran.“Aku tidak memberimu jawaban. Kau akan mengetahuinya nanti. Beritahu saja kau keberatan atau tidak kalau kita tidak langsung pulang?”“Tidak!” Rosalie menjawabnya terlalu cepat. “Aku tidak keberatan sama sekali.” Tentu saja dirinya tidak keberatan. Karena seperti Liam yang tidak pernah bisa menolaknya, Rosalie juga seperti itu. Sudah terlalu ketergantungan dengan Liam dan hanya sekadar tawaran kecil dari pria itu saja langsung membuatnya tergugah.Liam hanya menarik senyum dan menambah kecepatan pada mobilnya. Mobil terus melaju membelah jalan raya. Berhenti saat ada kemacetan, langsung menyerbu setelah diam cukup lama ketika lampu berubah hijau.Di salah satu persimpangan, Liam berbel

“Apa Ayah memanggilku?” Rosalie bertanya kepada Greyson yang saat itu sedang duduk di kursi. Baru saja dirinya memasuki ruang kerja ayahnya.“Ya. Aku perlu meminta bantuanmu untuk sesuatu.” Greyson menjawabnya sambil memberi isyarat mengusir lewat tangan kepada asisten pribadinya yang masih berada di dalam ruangan.Asisten itu langsung pamit undur diri sambil menundukkan kepala. Sementara Rosalie bergerak maju lebih dekat dengan ayahnya. Berhenti satu langkah di depan meja kerja pria itu.“Bantuan tentang apa?” Rosalie mengerutkan dahi.“Tentang Liam.” Greyson menjawabnya sambil berdiri dari kursi. Dia menyambar tongkatnya di ujung meja dan bergerak ke arah jendela yang ada di ruangannya. Rosalie mengikutinya dan berdiri di samping Greyson.Rosalie yang awalnya penasaran berubah cemas ketika nama Liam disebutkan. “Ada apa dengan Liam?” Rosalie tidak tahan untuk bertanya lebih jauh.Greyson sepertinya tahu nada khawatir yang terselip pada bicara putrinya itu. Dia buru-buru melirik ke a