All Chapters of Langkah di Jalan Keabadian : Chapter 51 - Chapter 60

Keesokan paginya, warga Kota Yunzhou dihebohkan oleh kabar kehancuran keluarga Zhao, Lin, dan Mei. Tak seorang pun menyangka, tiga keluarga besar itu kini telah rata dengan tanah. Namun yang menjadi pertanyaan semua orang adalah—siapa yang menghancurkan mereka? Tak ada seorang pun yang mendengar suara pertarungan, bahkan tanda-tanda kegaduhan pun tidak ada. "Aku benar-benar tak habis pikir. Semalam kediaman keluarga Lin, Mei, dan Zhao masih baik-baik saja. Tapi pagi ini, semuanya hancur. Apa mereka menyinggung sosok kuat?" ucap seorang pria di dalam kedai sambil menatap temannya. "Mungkin saja begitu. Bukankah ketiga keluarga itu terkenal sombong dan suka bertindak sesuka hati? Jujur saja, aku malah senang mendengar mereka musnah," jawab teman pria itu sembari menyesap minumannya. "Kau benar," sahut pria itu pelan. "Kota ini mungkin akan menjadi lebih tenang… tanpa mereka." Kabar tentang kemusnahan tiga keluarga besar itu menjadi perbincangan hangat hingga ke sudut-sudut Kota

Di malam hari, tampak dua sosok berpakaian hitam tengah mengawasi Lin Hao, Meng Jin, Su Wan’er, dan Meng Rou dari atas pohon. Namun, mereka tampak asing dan tidak mengenal sosok pria tua yang sedang duduk di antara murid-murid sekte Pedang itu. "Sepertinya pria tua itu merupakan Guru mereka," ujar salah satu pria berpakaian hitam. "Aku juga berpikiran seperti itu. Apalagi ketiga murid itu tampak sangat menghormatinya," jawab rekan pria itu sambil mengangguk pelan. Mereka mendapat perintah dari Tetua Yuansheng untuk melakukan penyelidikan terhadap murid-murid perwakilan Sekte Pedang Langit. Ye Tian, yang sedang menyamar menjadi sosok pria tua, tersenyum tipis ketika merasakan dua aura cukup kuat tengah mengawasi dirinya dan rombongannya dari kejauhan. Selama berada di area kompetisi, ia tidak pernah mengendurkan kewaspadaannya. Matanya selalu awas memperhatikan setiap gerak-gerik mencurigakan dari para Patriark dan Tetua empat sekte besar itu. "Hao’er, Jin’er, Wan’er, dan Rou’er

Pertandingan pada hari ketiga berlangsung dengan sengit, di mana para murid perwakilan dari setiap sekte menampilkan kekuatan terbaik mereka. Menjelang siang, pertandingan memasuki babak dua puluh besar. Namun, Lin Hao, Meng Rou, dan Meng Jin akhirnya dikalahkan oleh murid dari Sekte Pedang Abadi, Sekte Tombak Petir, serta Sekte Teratai Emas. Semua itu sebenarnya merupakan bagian dari rencana Ye Tian. Ia memang tidak ingin mereka terlalu menonjol dan mencolok. Jika seluruh murid perwakilan Sekte Pedang Langit sampai masuk ke babak sepuluh besar, bisa-bisa keselamatan mereka justru terancam, sebab keempat sekte besar itu terus mengawasi gerak-gerik mereka setiap saat. Karena Ye Tian tahu bahwa keempat sekte besar pasti akan menggunakan cara kotor demi mengalahkan murid Sekte Pedang Langit. Keyakinan itu semakin diperkuat saat ia bertarung melawan Lin Fei, yang diam-diam melemparkan jarum beracun tanpa disadari oleh para penonton, bahkan oleh Patriark, Tetua Sekte Laut Biru dan Sek

Hujaman tombak terus mengarah ke anggota tubuh tanpa henti. Sehingga membuat lawannya itu hanya bisa menghindar tanpa memberi perlawanan. Setiap kali melancarkan serangan tubuh Ao Jian selalu berpindah tempat. Meski begitu, semua pergerakannya dapat dilihat jelas oleh Ye Tian. Tusk! Tusk! Tusk! Bibir Ao Ajian melengkung tipis saat tombaknya berhasil melukai wajah, bahu dan tangan Ye Tian. "Haha....terus saja menghindar, Ye Tian. Pada akhirnya kau akan kalah tanpa sempat melakukan perlawanan, haha....," ujar Ao Ajian seraya tertawa terbahak bahak. Tangannya begitu cepat menggerakan tombaknya itu. "Tertawalah sepuasmu, sebelum kau tidak berdaya menerima seranganku," gumam Ye Tian dalam hati. Semakin lama gerakan Ao Jian mulai melambat, nafasnya mulai terengah-engah. Menyadari lawan mulai kelelahan, Ye Tian memanfaatkan hal itu dan ia menghilang dari tempatnya berdiri. Wush! "Apa...!" Ao Jian terkejut menyadari Ye Tian menghilang tiba-tiba. Lalu dia mengedarkan pandan

Patriark Mo Jiang Wuhen menatap putranya yang kesakitan, dadanya naik turun keras. Aura membunuh memancar liar dari tubuhnya, menekan siapa pun yang ada di dekatnya seolah udara di sekitar ikut bergetar. "Keparat! Berani‑beraninya Ye Tian mematahkan tangan putraku! Kau akan membayar perbuatanmu berkali‑kali lipat!" geramnya, matanya menyala penuh kemarahan. Sekali tatap, aura membunuhnya terasa menakutkan, bahkan membuat beberapa Tetua dan murid-murid tdi sekelilingnya menahan napas. Wajahnya merah padam, rahangnya menegang. Jika bukan karena peraturan kompetisi, ia sudah turun tangan saat itu juga. Sebagai tuan rumah kompetisi kalau sampai dia melakukan hal itu akan merusak reputasinya sebagai Patriark sekte besar. Di atas panggung, melihat reaksi kemarahan Patriark Mo Jiang Wuhen, Ye Tian tersenyum tipis. Bukan tanpa sebab ia melakukan itu. Pada pertandingan sebelumnya, Mo Zhang bertindak kejam, mematahkan tangan, kaki, bahkan tulang rusuk perwakilan murid Sekte Laut Biru d