Malam turun lebih cepat dari biasanya. Awan pekat menutup bulan, membuat hutan di sekitar bukit barat seolah menelan cahaya. Praja memimpin barisan kecil: Doni, Seno, Yudha, dan Tama. Mereka bergerak senyap, hanya suara dedaunan kering di bawah sepatu yang sesekali terdengar.Dari kejauhan, lampu redup menerangi gudang tua yang disebut bandit tadi pagi. Suara tawa kasar dan jeritan samar gadis-gadis membuat bulu kuduk berdiri.“Komandan, sepertinya benar. Mereka masih di dalam,” bisik Yudha, matanya awas di balik teropong.Praja mengangkat tangannya, memberi kode berhenti. Tatapannya dingin, penuh beban.“Kita tak boleh gegabah. Surya pasti menyiapkan jebakan.”Seno menyahut lirih, “Kalau kita terlambat, mungkin besok gadis-gadis itu sudah tidak ada.”Keheningan menekan. Praja akhirnya mengangguk. “Baik. Doni, Yudha, masuk dari sisi barat. Tama, Seno, ikut aku lewat depan. Kita kepung mereka.”Mereka bergerak serentak. Namun baru beberapa langkah, sebuah letusan senjata memecah malam
Huling Na-update : 2025-10-17 Magbasa pa