All Chapters of Di Ujung Perpisahan: Chapter 11 - Chapter 20

Setidaknya malam hari, Indah baru tiba di Singapore. Wanita ini menginap dulu di hotel satu malam ini sebelum besok menghabiskan waktu di rumah sakit.Ia tak bisa menerka berapa lama waktu yang akan dihabiskannya selama disana. Yang Indah tahu pengobatan untuk penyakit yang dideritanya memakan waktu yang cukup lama.Sebab itulah, Indah memutuskan untuk tinggal di rumah sakit saja. Lagipula dia sudah menyisihkan harta warisannya untuk membayar tagihan rumah sakit. Dia tak perlu khawatir kehabisan uang.Hari berganti menjadi pagi, Indah pergi ke rumah sakit internasional dan menemui Arum, sahabatnya. Sekarang Arum sendiri sudah menjadi dokter spesialis kandungan yang mengabdi di Singapore karena sudah menikah dengan penduduk asli negara singa ini."Kita bertemu dengan dokter Emil dulu. Beliau adalah ahli onkologi ternama di kota ini." Ajak Arum.Indah mengangguk, mau dibawa dan diajak berobat ke siapa saja dia sudah berpasrah. Bahkan dengan penyakitnya pun, Indah sudah berserah diri."D

"Kamu sudah gila, Indah!"Mata Indah berkaca-kaca melihat kemarahan sahabatnya. Ia lalu memegang tangan Arum."Kamu tadi bilang untuk menolongku.." lirih Indahku."Tapi.." Arum menatap kertas yang ada di tangannya lagi.Sebuah surat wasiat. Jika Indah ditakdirkan meninggal saat menjalani pengobatan di rumah sakit ini, dia ingin mendonorkan organ tubuhnya yang masih sehat. Tak hanya itu, dia juga ingin dikuburkan di tempat yang jauh agar tak bisa ditemui."Aku tahu kamu sudah putus asa akan penyakitmu.. tapi seharusnya nggak seperti ini, Indah!" Ucap Arum sedih. "Kamu sudah jauh terbang kemari. Harusnya bisa berpikiran positif. Dengar, Indah! Tidak ada yang tidak mungkin. Sudah ada penelitian yang mengatakan kalau 80% kanker darah bisa mendapatkan kesembuhan dengan cara transplantasi sumsum tulang belakang. Dan aku akan mencari pendonor untukmu..""Untuk apa mencari donor untukku? Apa kamu pikir mereka tidak menyayangi tubuh mereka ?""Pertanyaan yang sama bisa ku ajukan padamu!""Arum

Indah mengumpulkan rambutnya yang rontok menjadi satu kepalan tangan, satu kakinya menginjak pedal kotak sampah hingga membuat rambut itu terbuang begitu saja.Ini baru kemo kali kedua, tapi rambutnya sudah lumayan rontok.Indah merapikan lagi rambutnya, menyisir dengan tangan rambut itu dan membawanya ke depan dada."Apa aku potong rambut aja?" Gumam Indah. Rambut ini panjang dan hitam berkilau. Rambut yang sangat Indah sayangi dan jaga mati-matian. Tapi.. karena penyakit ini, rambutnya yang hitam berubah memerah di ujungnya. Indah menyeka tangannya yang masih terdapat rontokan rambut dan mencucinya di washtafel. Saat membalik diri, tangan Indah mencari pegangan di dinding kamar mandi.Tiba-tiba saja pandangan Indah menjadi gelap. Dia jatuh tak sadar seketika..***"Mas Biru mau kemana?"Biru menoleh dan mendengkus kesal. Baru saja ingin memasukkan kopernya ke dalam taksi, wanita yang tak diharapkannya ini datang."Mas Biru! Aku bertanya padamu!" Riska meninggikan suaranya."Ke Sing

Indah kembali tenang setelah diberikan obat penenang, bahkan karena efeknya, Indah dibuat tertidur.Tak lama dokter Emil datang untuk memeriksa keadaan pasiennya, ia lalu menatap pria asing yang tiba-tiba sudah menemani Indah."Maaf, anda siapa?" Tanya Dokter Emil baru pertama bertemu."Saya Biru.""Biru?" Dokter Emil tampak mengingat. "Nama anda sering disebut oleh Indah ketika berhalusinasi.""Benarkah, dokter?" Mendengar itu hati Biru jadi terenyuh."Anda ada hubungan siapa dengan pasien saya?""Saya.." Biru meneguk ludah sebelum menyambung ucapannya. "Mantan suaminya.""Oke.." dokter Emil mengerti situasinya. Ini adalah pria yang menyebabkan Indah berhalusinasi. "Sudah hampir 3 hari ini pasien mengalami hal seperti ini. Awalnya saya menganggap karena efek dari kemoterapi saja. Tapi setelah saya telaah, sepertinya.. Indah membutuhkan bantuan profesional.""Maksud dokter?""Saya akan mengkonsultasikan Indah ke psikiater.""Psikiater? Maksudnya dokter kejiwaan?" Hati Biru jadi tak en

Baru saja ingin terbebas dari pekerjaan, ada saja yang membuat Biru harus kembali ke negara asalnya. Biru yang bekerja di perusahaan properti mendapat kabar bahwa ada masalah yang terjadi di anak cabang perusahaan tempat dia bekerja.Dengan berat hati, Biru harus meninggalkan indah malam ini juga. Dia harus kembali ke Jakarta. Sebuah memo yang tertulis di atas kertas diselipkan Biru di nakas samping tempat tidur. Berharap jika Indah terbangun maka dia akan membaca pesan ini."Maaf aku tidak bisa berpamitan, Indah.."Biru tak sampai hati membangunkan Indah yang tertidur lelap. Sampai akhirnya dia memutuskan pergi tanpa mengucap satu kata apapun.Pagi menjelang, Indah baru terbangun ketika ada pramusaji yang mengantarkan sarapannya."Selamat pagi, Nyonya. Ini sarapannya."Pramusaji ini lalu menaruh nampan makanan tersebut di atas meja makan dorong dan mendekatkannya ke tepi pembaringan.Indah mengusap matanya yang mengantuk dan duduk perlahan. Ia lalu melihat sekeliling ruangan."Diman