บททั้งหมดของ JEJAK HASRAT: บทที่ 91 - บทที่ 100

“Hemmm....nampaknya paman Boni dan bibi Cindy sudah selesai aktivitas bercintanya di kamar sebelah!’ ujar Yoga dalam hatinya dan bibirnya tersenyum mengetahui kemesraan paman dan bibinya ituYoga menyadari bahwa apa yang terjadi di depan matanya adalah sebuah rahasia pribadi paman dan bibinya itu meski mereka entah sengaja atau tidak seperti tak khawatir akan terdengar atau terlihat oleh Yoga atau tidaknya.Hal itu membuat Yoga merasa tak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun yang pasti Yoga makin penasaran dan mulai sering terbangkitkan hasratnya melihat betapa intimnya sang paman dan sang bibi cantiknya itu.Di dalam hatinya, ia terus berbicara sendirian, "aduh, enak banget ya kalo jadi suami istri. Bisa begituan tiap hari tiap waktu kapan pun mereka mau." ***Yoga terus terbayang oleh apa yang ia saksikan dan ia dengar dari kamar paman Boni dan bibi Cindy. Ia merasa perlu berbicara dengan seseorang tentang perasaannya dan tentang apa yang ia temui.Yoga pun mencari Arman

Ketika mereka tiba di kamar Julia, suasana canggung awalnya masih ada, tetapi mereka segera mulai berbicara dan merasa lebih nyaman. Julia ternyata memiliki banyak hal yang menarik untuk diceritakan, dan Yoga merasa semakin tertarik untuk mengenalnya lebih dalam.Mereka berdua duduk di ranjang Julia, berbicara tentang berbagai topik mulai dari hobi, impian, hingga pengalaman hidup. Julia memang seorang yang agresif, tetapi juga sangat ceria dan ramah. Mereka berdua mulai merasa akrab satu sama lain, dan waktu terasa cepat berlalu.Tiba-tiba, Julia mencubit lembut lengan Yoga dan tersenyum manis. Yoga merasa cemas dan terkejut dengan tindakan Julia, tetapi juga merasa tertarik.Julia: "Yoga, kamu tahu, aku merasa sangat nyaman bersamamu."Yoga: "Aku juga, Julia. Kamu sangat ceria dan mudah diajak bicara."Julia semakin mendekatkan dirinya pada Yoga, dan mereka mulai berbicara dengan suara lebih pelan. Ketegangan antara mereka semakin terasa, dan Yoga merasa hatinya berdebar-debar.Juli

Julia pulang ke rumahnya dengan hati yang masih penuh dengan bayangan tentang apa yang dia saksikan di kamar Yoga tadi. Meskipun dia merasa cemas dan berusaha keras untuk menahan diri selama perjalanan pulang, perasaannya terus membara. Ketika dia tiba di kamarnya, Julia merasa dilema dan tidak tahu bagaimana cara menangani rasa hasrat yang menghantuinya.Dalam kebingungannya, Julia merenung sejenak. Pemandangan kamar yang akrab dengan warna-warna lembut dan foto-foto kenangan di dinding tidak lagi memberikan kenyamanan yang biasanya ia rasakan. Alih-alih, pikirannya terus menggelinding kembali ke momen di kamar Yoga.Ketika hasrat itu semakin kuat, Julia merasa tidak bisa lagi menahannya. Tanpa ragu, ia memutuskan untuk menyalurkannya sendiri. Kamar yang biasanya merupakan tempat privasi dan ketenangan, kini menjadi saksi dari perjuangan batin Julia. Meskipun tergoda, ia merasa bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk meredakan perasaannya.Di sisi lain, Yoga juga merasa tergoda oleh

Malamnya sebelum tidur, Yoga pun merasa perlu memberi tahu Julia tentang interogasi yang dialaminya oleh paman Boni dan bibi Cindy. Dalam pesan di ponselnya, Yoga menuliskan semua detailnya kepada Julia:"Jul, tadi paman Boni dan bibi Cindy tanya-tanya lagi ke saya tentang apa yang terjadi di kamar. Mereka belum begitu yakin dengan alasan yang kita berikan, tapi akhirnya mereka percaya juga. Semua aman."Julia merasa lega mendengar bahwa Yoga telah berhasil meyakinkan paman Boni dan bibi Cindy. Namun, dia juga merasa sedikit bersalah karena perasaannya yang telah membawa mereka ke dalam situasi itu.Julia: "Yoga, aku merasa sangat bersalah tentang semua ini. Aku ingin datang lagi ke rumahmu besok untuk meyakinkan mereka."Yoga: "Tidak perlu, Jul. Aku pikir semuanya sudah baik-baik saja. Mereka sekarang percaya pada alasan kita."Namun, apa yang mereka tidak ketahui adalah bahwa paman Boni dan bibi Cindy juga memiliki rencana yang tak terduga. Esok harinya, mereka bertemu dengan Yoga d

Hari itu, di sebuah perumahan kecil yang teduh, di ujung jalan yang sunyi, hidup seorang RT bernama Parman. Seorang duda berumur 45 tahun yang telah kehilangan istrinya lima tahun lalu. Parman adalah seorang pria yang berdedikasi, selalu siap membantu warganya, terutama para ibu-ibu yang aktif dalam program pengajian di lingkungannya. Ia adalah sosok yang rupawan, dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya, dan inilah yang membuatnya menjadi perbincangan hangat para ibu-ibu di sana.Namun, tak ada yang lebih sering menjadi bahan perbincangan dari Bu Sania, seorang janda yang wajahnya cantik dan tubuhnya aduhai. Meski ia selalu tampil sopan dengan jilbab dan gamisnya, namun pesona kecantikannya tak terelakkan. Banyak laki-laki yang mengejar Bu Sania, dan beberapa di antaranya adalah para tetangga di lingkungan mereka.Hari itu, di bawah sinar matahari yang hangat, RT Parman dan Bu Sania sedang duduk di bawah pohon rindang di depan rumah Parman. Mereka berdua membicarakan program pe