Pagi itu, sinar matahari menembus lembut jendela besar kamar utama. Udara membawa aroma samar bunga mawar dari taman luar, tapi bagi Nayla, wangi itu belum cukup menenangkan. Ia duduk diam di tepi ranjang, tubuhnya kaku, matanya kosong menatap lantai. Bayangan malam itu masih berputar di kepalanya—setiap detik, setiap suara. Arka berdiri di ambang pintu, memandangi perempuan yang ia selamatkan semalam. Rambut Nayla berantakan, wajahnya pucat, tapi yang paling membuat dadanya sesak adalah mata itu—mata yang dulu penuh semangat, kini tampak redup, seperti cahaya di dalamnya padam. “Aku…” suara Nayla serak, hampir tak terdengar. “Aku nggak bisa lihat diriku lagi, Arka.” Arka melangkah pelan, tapi Nayla langsung menunduk. “Aku udah nggak suci lagi,” bisiknya lirih, bahunya bergetar. “Bibirku udah ternodai. Setiap kali aku ngaca, aku cuma bisa liat bekas itu… dan aku ngerasa kotor.” Arka berhenti tepat di hadapannya. Ia berjongkok, berusaha menatap Nayla sejajar, tapi Nayla menghindar.
Last Updated : 2025-10-11 Read more