Semua Bab Suamiku Dosen Killerku : Bab 31 - Bab 40

Di sebuah rumah yang minimalis terdapat seorang gadis yang sedang mondar mandir tak tentu arah di ruang tamu. Dia sedang menunggu seseorang yang belum pulang padahal waktu sudah seharusnya dirinya tertidur. Namun, naas pria utu tidak kunjung datang entah kemana. Sudah beberapa kali Azura menghubunginya namun ponselnya tidak aktif entah karena apa. Membuat Azura kesal seketika, dia menghentakan kakinya bergegas duduk di sofa dengan raut wajah cemberut. "Pak Damian kemana sih, gue telpon engga aktif nomornya. Padahal kan tadi ketemu kenapa gak bilang coba, bikin orang nunggu aja," dumel Azura. Sesekali gadis itu menatap jam yang ada di ponselnya. Dirinya cukup lelah dengan kerjaan kampusnya djtambah harus menunggu orang yang entah kemana. Wajah lelah di tambah ngantuk terlihat di wajah cantiknya. "Sialan! Masa iya gue harus tidur duluan sih, kan ga etis kalau dia masih diluar gue enak-enakan tidur." Azura terduduk di salah satu sofa dengan wajah yang sangat lesu. Tanpa Azura sadari

Setelah semuanya siap, Azura keluar dari kamarnya untuk menunggu kedua temannya. Pikirannya sedang berkecamuk apakah ia harus mnegabari Damian atau tidak. Tapi, memikirkan ucapan ibu sambungnya dengan terpaksa Azura harus memberi tahu Damian soal keberangkatannya bersama kedua orangtuanya. "Gue harus ngabarin pak Damian, ga mungkin keluar tanpa izin kata Tente Rina sih nanti dosa." Azura segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Damian. Dia menunggu beberapa menit tapi langsung dimatikan lagi olehnya. "Tapi, gausah deh kan gue udah bilang hidup masing-masing begitu pun urusan gue sekarang kan gaada sangkut pautnya sama dia." Dia mengurungkan untuk menelpon Damian. Namun suara deringan ponsel membuat Azura seketika membolakan matanya. Melihat nama yang sangat pamiliar dan sangat ia hindari itu. Rasa bingung kembali menghantuinya apakah ia harus mengangkat panggilan telepon itu? Helaan nafas terdengar begitu berat. Azura memutuskan untuk mengangkat telepon itu yang tidak lain y

"Kalau bener apa yang dibilang sama si Rena gimana ya?" tanya Azura entah pada siapa, dirinya cukup bimbang setelah tahu kabar dari temannya itu. "Kenapa juga gue gak bisa lepasin dia gitu aja. Rasanya mau ngomong soal pernikahan ini aja kaya sulit banget. Apa gue dipelet ya sama si Nathan," gumamnya sambil merapihkan pakaiannya. Sambil berbicara sendiri seolah mencari kebenarannya. Dari arah luar terdengar ketukan pintu, dia menatap sekilas ke arah pintu. "Iya, masuk aja." Azura kembali melanjutkan bersiapnya. Dari arah pintu terlihat Bi Rusti yang datang entah akan apa. "Kenapa, Bi?" tanya Azura sambil menatap Bi Rusti dengan bingung. "Itu, Non. Temen Non dari tadi nungguiin di ruang tamu, Bibi di suruh panggilin Non karena lama katanya." Bi Rusti menundukkan pandangannya merasa tidak enak pada majikannya. "Bocah semprul, ga sopan banget nyuruh-nyuruh Bibi gitu aja. Kalau misal mereka nyuruh Bibi lagi jangan mau, aku bakal turun bentar lagi Bi." Azura sewot akan tingkah laku ked

"Kenapa Bapak manggil saya kemari? ganggu waktu santai saya aja." Dengan jujurnya Azura berkata seperti itu, pria itu pun menatap tajam gadis di depannya itu. "Ubah panggilan jangan Bapak!" sarkas Damian merasa kesal dengan panggilan gadis itu padanya. Dirinya tidak setua itu di panggil Bapak oleh Azura. Ya, walaupun ia adalah dosennya tapi kalau dirumah tetap berbeda kan.Gadis itu menghela nafas kesal. Sambil menatap lebih tajam ke arah dosennya itu, dirinya sudah amat kesal karena istirahatnya di ganggu. Di buat tambah kesal karena alasan yang cukup abstrak terucap dari bibir seksi pria itu. Azura menggebrak meja disana sambil berdiri dari duduknya. Tatapan setajam pisau masih terlihat di matanya ke arah pria di depannya itu. Amarahnya meluap entah karena cape atau gara-gara hal lainnya. "Bapak tuh yang bener aja. Jangan bilang manggil saya kesini cuma mau ngomong itu? Pak, saya matii drakor gara-gara nyamperin Bapak kesini dan dengan seenak jidat gaada kepentingan apa-apa saya

Brak"Dosen sialan! Udah syukur gue mau disuruh sama dia. Dengan seenak upil malah hukum gue padahal cuma 5 menit. Gedek gue lama-lama sama dia," ucap seorang gadis sembari melemparkan buku di atas meja. Orang-orang yang ada disana tersentak kaget mendengar gebrakan di meja itu. Fokus mereka berpusat kepada Azura yang masih dengan wajah memerah menahan amarah dengan mulut tidak mau diam. "Azura! Bisa santai gak sih kaget gue." Rena yang ada di meja itu menatap tajam ke arah Azura. Namun, dihiraukan oleh pemilik namanya. Sedangkan Azura terduduk di dekat kursi yang di duduki temannya itu. "Udah diem deh, Ren. Kalau gue gunung udah meletus kali, kesel banget gue mana hukumannya sejibun lagi." Azura menatap lesu ke arah buku yang harus ia pahami dan dijadikan proposal itu. Rena yang mendengar itu hanya bisa menghela nafasnya, sembaki menatap iba nasib sial yang selalu temannya itu. Dia mengelus pundaknya dengan pelan. Seolah menenangkan temannya itu. "Yaudah, nanti gue bantuin deh n