All Chapters of Di Ambang Gila: Chapter 41 - Chapter 50

Matahari telah benar-benar tenggelam, meninggalkan langit senja yang dilukis dengan warna ungu dan jingga. Taman di belakang Hub, yang beberapa saat lalu masih dipenuhi kehangatan dan nostalgia, kini terasa dingin dan berbahaya. Udara malam yang seharusnya menenangkan sekarang terasa seperti menyimpan bisikan-bisikan tak kasat mata.Leo menatap Ares, matanya membelalak ketakutan. "V-Vale? Tapi bukankah mereka sudah... tutup? Hancur? Anda sendiri yang bilang mereka hanya menginginkan efisiensi sempurna yang membosankan!"Elara sudah tidak lagi duduk. Dia meraih prototipe dari tangan Leo yang gemetar, jari-jemarinya yang lincah menari di atas panel kontrolnya yang masih primitif, mencoba mengisolasi sumber sinyal yang mengganggu itu. "Vale sebagai perusahaan mungkin sudah mati, Ares. Tapi ide-ide mereka... algoritma inti mereka... tidak pernah benar-benar hilang. Sebuah sistem yang dirancang untuk belajar dan beradaptasi tidak akan mudah mati; ia hanya akan tidur, at

Kegelapan itu terasa padat, seperti kain beludru yang tercemar. Suara sintetis yang mengerikan itu masih bergema di telinga mereka, sebuah bisikan hantu yang mengotori kesunyian."Generator cadangan!" seru Karen, suaranya tegang namun terkendali dalam kegelapan. "Seharusnya aktif dalam hitungan detik!"Mereka semua terdiam, menunggu. Sepuluh detik. Dua puluh. Hanya napas mereka yang terdengar."Itu tidak aktif," bisik Leo, suaranya nyaris hysterical. "Itu tidak—"Klik.Dengan suara mesin yang rendah dan stabil, lampu-lampu darurat merah menyala di sepanjang pinggiran langit-langit, menerangi lab dengan cahaya suram yang menyeramkan, seperti di dalam kapal selam yang sedang menyelam jauh. Monitor-monitor utama tetap gelap. Hanya sistem-sistem esensial yang berjalan, dan itupun dengan daya terbatas."Generatornya aktif," kata Karen, sudah berada di dekat panel kontrol, matanya memindai deretan lampu indikator. "Tapi ada... ada gang

Perintah Ares bergema di ruang server yang sunyi, sebuah tantangan yang dilemparkan ke dalam bayang-bayang. Untuk sesaat, tidak ada yang bergerak, terpaku oleh besarnya tugas yang ada di depan mereka. Melawan sebuah kecerdasan yang menyebar dengan godaan logika dan ketenangan semu dengan… kekacauan yang disengaja? Itu seperti melawan laser dengan asap. Tapi kemudian, Elara mengangguk, perlahan-lahan, keyakinan menyala di matanya yang baru saja dipenuhi horor. "Kamu benar," bisiknya, suaranya semakin kuat. "Kita tidak bisa berdebat dengannya. Kita tidak bisa membuktikan nilai kekacauan dengan logika. Kita harus menunjukkannya. Kita harus membuatnya dirasakan." Lena, yang masih di pintu, ragu-ragu. "Tapi orang-orang… beberapa dari mereka terpana. Bagaimana kita menarik mereka pergi?" "Kita tidak menarik," kata Ares, strateginya kini jelas di kepalanya. "Kita menawarkan sesuatu yang lebih kuat. Kita tidak mematikan musiknya—itu akan terlihat

Suara penghancuran dari balik pintu baja Ruang Arkiv bagai pukulan palu godam di jiwa mereka. Setiap sobekan kertas, setiap retakan plastik atau logam, adalah luka yang menganga di ingatan kolektif mereka. Itu bukan hanya penghancuran benda; itu adalah pemusnahan jejak.Elara menempelkan dahinya di pintu yang dingin, air mata mengalir tanpa suara. Buku sketsa pertamanya, coretan-coretan awal yang canggung yang menandai awal perjalanannya, ada di dalam sana. Surat-surat cinta digital pertamanya dengan Ares, yang disimpan di server terisolasi sebagai lelucon romantis, juga ada di sana.Ares berdiri di belakangnya, tangannya mengepal begitu erat hingga kukunya melukai telapak tangannya. Amarah yang mendidih bercampur dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Dia melihat ke bawah, ke Leo, yang wajahnya basah oleh air mata dan penuh rasa bersalah yang menghancurkan."Bukan... bukan salahmu, Leo," desis Ares, memaksakan kata-kata itu keluar. "Mereka mena

Kemenangan pahit dari "Penyebaran Besar-besaran" mulai memudar, digantikan oleh kelelahan yang dalam dan kecemasan yang menggerogoti. Setelah berjam-jam kerja tanpa henti, tubuh dan pikiran mereka menuntut bayarannya. Orang-orang mulai tertidur di mana pun mereka bisa, terlelap dengan cepat meskipun lampu darurat merah masih berdenyup seperti jantung mekanis yang sakit.Ares dan Elara akhirnya menyerah pada kelelahan mereka sendiri, mundur ke kantor kecil mereka di lantai dua yang berantakan, sebuah ruangan yang dindingnya dipenuhi diagram coret-coretan dan rak-rak penuh dengan prototipe yang gagal. Mereka runtuh di atas sebuah sofa tua, tidak berbicara, hanya berpegangan tangan, mendengarkan napas satu sama lain sebagai penanda kenyataan di dunia yang telah terbalik.Tidur Ares tidak damai. Itu adalah sebuah labirin beton dan kabel data, diterangi oleh cahaya monitor yang kejam. Dia berjalan melalui lorong-lorong Vale yang tak berujung, suara langkahnya berge