All Chapters of Permaisuri yang Diabaikan: Chapter 131 - Chapter 140

Kesembuhan, Permintaan Imam Besar, dan Perasaan Carsein"Oh, tidak harus demikian, Nona Monique. Karena otot yang terputus terhubung lagi setelah sembuh, mereka tidak sama seperti sebelumnya dengan segera. Jika ia beristirahat penuh selama beberapa bulan, mereka akan sama seperti sebelumnya.""Benarkah? Sungguh beruntung!""Anda sangat berhati hangat, anak nubuatan Tuhan. Aku pikir Anda pantas mendapatkan cinta Tuhan kami.""...Terima kasih."Cinta Tuhan kami? Aku ingin bertanya kepadanya apakah Tuhan benar-benar mencintaiku, tetapi tidak ada gunanya bertanya kepada imam besar yang tidak tahu situasinya.Tersenyum tipis dengan sedikit penghargaan atas rasa terima kasihku, ia berkata, menarik tangannya dari luka Carsein."Semua selesai.""Terima kasih, Yang Mulia.""Sama-sama."Ketika ia berbalik setelah menjawab dengan dingin, ayahku, yang telah tinggal di kamar sejak i

Keingintahuan Aristia dan Janji Kaisar"Yah, itu bukan situasi yang tidak bisa aku mengerti, jadi Anda tidak perlu meminta hukuman. Ngomong-ngomong, aku dengar imam besar meminta untuk melihatmu secara terpisah. Apakah itu benar?""Itu benar."Aku mengangguk perlahan. Apakah kaisar memanggilku untuk bertanya kepadaku tentang hal ini?Sebagai seseorang yang selalu mewaspadai imam besar, kaisar jelas tidak senang dengan intervensi imam besar. Ia tidak bisa berbuat apa-apa tentang nama tengahku, yang memberiku gelar anak nubuatan Tuhan, tetapi ia benar-benar tidak ingin aku terlibat dengan imam besar di kuil.Jika demikian, mengapa ia mempromosikanku sebagai pengantin Putra Mahkota karena alasan gelarku sebagai anak nubuatan Tuhan ketika ia sangat mewaspadai kuil? Apakah itu karena ia tidak bisa mengkhianati kepercayaan orang-orang pada nubuatan Tuhan? Atau apakah itu karena ia tidak bisa menemukan kandidat pengantin yang coco

Kedatangan Jiun dan Kekhawatiran KaisarAku menuju bersama Carsein ke arah di mana mereka mengendarai kuda.Beberapa orang berkumpul di bawah naungan pohon yang gelap. Aku melihat kaisar berdiri tegak, dikelilingi oleh ksatria kerajaan yang mengawalnya, dan seorang utusan, yang berlutut, melaporkan kepadanya.'Apa yang ia laporkan?'Aku mendengarkan dengan penuh perhatian, tetapi aku tidak bisa mendengar dengan baik.Aku menggigit bibirku karena frustrasi ketika seorang ksatria kerajaan yang mengenaliku menyingkir.Ketika aku mendekat dengan firasat buruk, aku mendengar kaisar berteriak pada utusan itu."Apa yang baru saja engkau katakan? Katakan lagi.""Aku takut mengatakan ini, tetapi aku mendapat pesan bahwa seorang wanita berambut gelap tiba-tiba muncul di taman kekaisaran."Tepat pada saat itu, aku terkejut.'Apa? Seorang wanita berambut gelap muncul?

Kepastian Takdir dan Dukungan Sang Ayah'Situasi yang persis sama.'Sebenarnya, ketika Jiun muncul di masa lalu, Istana Mawar adalah tempat Putra Mahkota membiarkannya tinggal.Meskipun aku merasa masa kiniku jelas berubah dari masa lalu, meskipun hanya sedikit demi sedikit, aku merasa seperti kembali ke masa lalu yang sama dengan kemunculan Jiun yang tiba-tiba.Tangan dan kakiku tiba-tiba menjadi dingin, dan aku merasa sesak napas. Jantungku berdebar kencang. Aku mengangkat cangkir perak untuk menenangkan diri, tetapi tanganku bergetar begitu parah sehingga aku tidak bisa meletakkannya di bibirku.Melihatku dengan cepat, kaisar berkata kepada ayahku, "Kerja bagus, Marquis. Itu sudah cukup. Aku menghargai kedatanganmu jauh-jauh ke sini.""Aku tersanjung, Yang Mulia. Kalau begitu, bisakah aku pergi bersama putriku?"Ketika aku menatapnya dengan ragu-ragu, kaisar memberitahuku sambil tersenyum b

Perintah Mendadak dan Nubuat KuilIstana Mawar adalah tempat Jiun tinggal.Aku memalingkan mataku pada Putra Mahkota. Tidak yakin bahwa aku memperhatikannya, ia bertanya kepada pelayan dengan tidak acuh, "Siapa yang menyampaikan pesan kepadaku?""Kepala pelayan di Istana Mawar. Ia menyuruhku mengantar Anda ke sana dengan cepat.""Kepala pelayan?" Sedikit merajut alisnya, ia mengangguk."Mengerti. Mari kita pergi sekarang juga."Jantungku tersentak ketika ia menanggapi tanpa ragu-ragu. Berdiri, ia melihatku dan berkata,"Aku minta maaf. Mari kita bicara nanti.""...Ya, Yang Mulia.""Sampai jumpa untuk saat ini."Aku meliriknya dengan hampa saat ia berjalan pergi. Aku tidak bisa menahan senyum hampa.'Apakah ini yang pantas kudapatkan, setelah semua?'Aku tiba-tiba marah pada Tuhan.Jika Tuhan telah membiarkanku diombang-ambingkan