Setelah menyelesaikan prosedur keluar dari rumah sakit, aku bertemu dengan Evan Wangsa di taman rumah sakit.Tania Darman bersandar lembut di pelukannya, keduanya berbincang mesra dengan suara yang lembut. Begitu mereka melihatku, senyuman di wajah Evan langsung menghilang.Evan melindungi Tania di belakangnya, seolah takut aku akan melakukan sesuatu pada wanita itu. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Tatapan waspada dan dinginnya seakan menembus hatiku.Tania dengan lembut menarik Evan, lalu berujar, "Kak Evan, jangan sampai kamu membuat Kakak takut."Sebelum aku sempat menjawab, wanita itu kembali menatapku dengan wajah penuh penyesalan. "Kak Luna, kamu jangan salah paham. Aku terluka, Kak Evan hanya mengkhawatirkanku saja."Evan menoleh untuk menghiburnya dengan suara lembut. Namun, saat melihatku lagi, dia masih menunjukkan ekspresi tidak sabaran yang sama. "Ada urusan apa?"Aku membuka mulut, merasa ragu sejenak, lalu hanya menggelengkan kepala. "Nggak ada apa-apa, aku hanya lewat."
Read more