Compartilhar

Bab 3

Autor: Atanim
Di bawah surat pemeriksaan ini ada selembar kertas surat yang sudah menguning.

Itu adalah surat yang Evan tulis sendiri saat pertama kali menyatakan cinta padaku.

Aku dengan lembut mengusap tulisan indah itu. Evan sudah bukan lagi dirinya yang dulu. Sekarang di matanya hanya ada Tania seorang.

Evan tiba-tiba mendorong pintu untuk masuk. Ketika melihat wajahku yang penuh air mata, dia sedikit terkejut. "Kenapa kamu menangis?"

Dia mendekat, ingin menghapus air mataku, tetapi aku menghindar.

"Luna, apa kamu baik-baik saja?" Evan sedikit bingung, tidak tahu harus berbuat apa.

Aku menggelengkan kepala. "Aku baik-baik saja. Aku hanya teringat hari ketika mengetahui aku akan memiliki seorang anak."

Evan melihat surat di tanganku, tampak sedikit terkejut.

Hatiku langsung panik. Aku segera menarik surat itu.

"Tadi waktu mencari sesuatu, aku nggak sengaja mengeluarkannya," kataku.

Evan menatapku dengan ragu, lalu berkata, "Kamu sekarang sedang hamil, nggak boleh sering menangis."

"Aku baik-baik saja. Kamu tenang saja," balasku.

Kemudian, aku bertanya, "Oh ya, kenapa kamu kembali lagi?"

"Aku ingin mengambil pakaian ganti. Aku juga ingin bertanya, motif apa yang kamu inginkan untuk diukir di gelang kaki bayi itu?" ujar Evan.

Aku terkejut. Evan ternyata memperhatikannya.

"Bagaimana kalau 'harmoni dan harapan' saja?" lanjut pria itu.

Aku menundukkan kepala. Pandanganku jatuh ke perut kecilku, sementara hatiku terasa masam. "Kamu saja yang memutuskan."

Ini juga bagus. Mulai sekarang kami masing-masing bisa mendapatkan apa yang diharapkan.

Setelah Evan selesai berkemas, dia menatapku lagi. "Apa kamu benar-benar baik-baik saja?"

Ketika melihat penampilan Evan yang seperti ini, aku tidak bisa menahan harapan kecilku. "Kalau aku mengatakan aku nggak baik-baik saja, bisakah kamu tinggal untuk menemaniku?"

Evan tersenyum, tampak sedikit kesulitan. "Luna, jangan membuat masalah. Tania pasti sudah menungguku dengan cemas. Aku nggak ingin membuatnya khawatir."

"Aku hanya bercanda, pergilah." Suara mengejek diri sendiri di hatiku membuatku merasa lebih konyol lagi.

Kenapa aku masih berharap padanya? Tidak seharusnya aku berharap lagi padanya.

Aku bangkit untuk membereskan koperku, tidak ingin memikirkannya lagi. Namun, aku masih tidak bisa menghalangi air mata kesedihan yang jatuh di hatiku, mengaburkan masa lalu.

Aku meletakkan koper yang sudah siap di samping, menatap toples berisi bintang itu dengan sudut mataku.

Ini adalah harapan demi harapan yang aku miliki. Evan sendiri yang menghancurkan semua harapanku.

Aku mengambil satu bintang, lalu membukanya mengikuti lipatan yang pernah aku lipat. Terakhir, aku membentangkannya di telapak tanganku. Tiba-tiba, aku melihat cincin di tanganku.

Evan sendiri yang membuatkan cincin ini untukku dulu.

"Aku pasti akan membuatkanmu cincin yang unik."

Keesokan harinya saat terbangun, di ponselku muncul pesan dari Evan. Dia memberitahuku bahwa gelang kakinya sudah jadi, lalu menyuruhku datang untuk mengambilnya.

Hari ini, aku baru tahu bahwa mereka sudah pindah dari rumah sakit ke tempat tinggal lain.

Aku berdiri di depan pintu yang sama sekali asing, lalu memencet bel pintu.

Seseorang membawaku ke taman, sementara aku melihat Tania yang tampak sedang asyik bermain ayunan di sana.

Tania seperti seorang putri yang dirawat dengan cermat olehnya, tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, seolah semuanya akan berjalan tenang dan damai.

Aku bahkan merasa sedikit iri.

Meskipun hanya sedikit.

Aku menenangkan emosiku, lalu bertanya dengan acuh tak acuh, "Di mana Evan?"

Tania menoleh menatapku. Wajahnya menunjukkan ekspresi bangga, seolah semuanya sudah menjadi miliknya.

"Ternyata Kak Luna. Kamu datang untuk mengambil gelang kaki, 'kan?" kata Tania.

Aku menjawab dengan gumaman singkat.

Dia berjalan ke arahku dengan lebih bangga. Pada saat itulah aku baru memperhatikan bahwa di lehernya tergantung gelang kaki kecil.

Wanita itu kembali berujar, "Aku menyukainya, jadi aku meminta Kak Evan untuk memberikannya padaku."

"Kalau kamu menginginkannya, nanti aku akan memberi tahu Kak Evan untuk membuatkan yang baru untukmu."

Aku menatap ekspresi bangga di wajah Tania. Pada saat ini, hatiku seakan jatuh ke jurang es.

Padahal anakku sudah tidak memiliki kesempatan untuk datang ke dunia ini. Padahal aku hanya menginginkan gelang kaki yang hanya akan menjadi milik anakku.

Kenapa Evan bahkan memberikan ini begitu saja pada Tania?

Semua penderitaan di masa lalu itu mulai kembali menyerang. Aku tidak pernah menuntut apa pun dari Evan. Bahkan ketika dia menemani Tania pun, aku menyetujuinya. Dulu aku begitu mencintai Evan sampai bisa memaafkan segalanya.

Namun, mengapa kali ini dia bertindak sejauh ini?

Itu adalah gelang kaki anakku!

Aku merasa marah sampai tidak bisa mengendalikan diri. Seluruh tubuhku bergetar.

Ketika menatap Tania lagi, mataku sudah memerah.

Tania merasa sedikit terkejut melihat keadaanku yang seperti ini.

Sebelum Tania sempat bereaksi, aku menamparnya dengan keras. Dia menutupi wajahnya yang ditampar dengan tidak percaya. "Kamu berani menamparku?"

"Tamparan ini sebagai balasan untuk anakku," ujarku.

Aku tidak ingin melihatnya lagi, juga tidak ingin melihat Evan lagi.

Di belakang, hanya tersisa suara tangisan Tania.

Evan yang mendengar suara itu langsung bergegas menghampiri dengan cemas. "Tania, apa yang terjadi padamu? Siapa yang menampar wajahmu?"

Tania memanfaatkan kesempatan untuk melepaskan gelang kaki dari lehernya, lalu memasukkannya ke dalam saku. Kemudian, dia menangis sambil mengadu, "Kak Luna. Dia mengatakan kalau dia datang untuk mengambil gelang kaki. Aku mengatakan kalau aku nggak tahu gelang kaki itu ada di mana. Tapi dia malah mengatakan aku menghilangkan gelang kaki itu, lalu menamparku."

Setelah mendengarnya, Evan merasa sangat marah. Tania segera menenangkan, mengatakan bahwa dia tidak apa-apa.

Setelah memikirkannya lagi, Evan merasa ada yang aneh. Kenapa aku bisa tiba-tiba menampar Tania tanpa alasan?

"Kak Evan, wajahku sakit sekali," kata Tania.

Evan dengan lembut menghibur Tania, tetapi keraguan di hatinya menjadi makin besar.

Suara pelayan memotong pikiran Evan, "Dokter Ari sudah datang."

"Karena kamu nggak menyukai rumah sakit, aku memanggil dokter pribadiku ke sini. Nanti kita nggak perlu pergi ke rumah sakit lagi."

Dokter Ari memeriksa Tania sebentar, lalu mengambil surat yang baru dia ambil dari rumah sakit. "Aku sudah pergi ke rumah sakit untuk mengambil rekam medis Nona Tania sebelumnya. Aku juga sudah melihatnya. Nona Tania sekarang hanya perlu menghindari tekanan mental. Dia akan pulih perlahan. Pak Evan, kamu tenang saja."

Evan menghela napas lega.

Kemudian, Dokter Ari mengeluarkan surat lain, lalu melanjutkan ucapannya, "Sebaliknya, istrimu yang perlu lebih diperhatikan. Kebetulan aku melihat rekam medis Nona Luna, jadi aku sekalian membawanya. Tubuhnya memerlukan banyak istirahat. Kalau nggak, dia akan susah hamil lagi kalau sampai mengalami masalah kesehatan."

Evan merasa aneh ketika mendengarkan ini. Dia tidak bisa menahan kerutan di dahinya. "Apa maksudmu? Apa yang terjadi dengannya?"

Dokter Ari menjawab, "Nona Luna baru saja keguguran. Dia harus menjaga kesehatan dengan baik …."

"Keguguran?" Sebelum Dokter Ari selesai berbicara, Evan memotong kata-katanya dengan wajah tidak percaya, "Keguguran apanya? Siapa yang keguguran?"

Ketika Dokter Ari melihat bahwa Evan tidak mengetahui apa-apa, dia sedikit bingung. "Pak Evan nggak tahu? Nona Luna mengalami keguguran seminggu yang lalu."

Evan merasa bingung kenapa aku tidak pernah memberitahunya, kenapa aku juga tidak mengatakan apa-apa.

Evan langsung merebut surat di tangan Dokter Ari. Ternyata ini benar-benar rekam medis keguguranku.
Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Terkadang Cinta Itu Pilu   Bab 8

    Tania masih berteriak-teriak, menuntut agar Evan menemuinya.Polisi benar-benar tidak punya pilihan selain datang menemui Evan lagi."Dengan kondisinya yang seperti ini, kami nggak bisa menjatuhkan hukuman. Kami juga hanya bisa menahannya selama beberapa hari. Tapi kami nggak akan tahan kalau dia setiap hari membuat keributan seperti ini." Polisi menghela napas, lalu pergi.Aku dan Evan datang ke tempat penahanan Tania bersama-sama.Ketika melihatku, Tania tertegun sejenak, lalu berteriak padaku seperti orang gila."Untuk apa kamu kembali lagi? Kenapa kamu nggak mati saja?""Ini semua gara-gara kamu! Gara-gara kamu Kak Evan nggak menginginkanku lagi!""Aku beri tahu padamu, jangan harap bisa membawa Kak Evan pergi dariku. Aku ingin bersama Kak Evan selamanya!"Tania berteriak sampai lelah, duduk lemas di lantai, lalu suaranya berubah menjadi sedih."Kenapa Kak Evan nggak menginginkanku lagi ….""Padahal aku yang dicintai Kak Evan ….""Kamu sendiri yang berjanji padaku ...."Ketika aku

  • Terkadang Cinta Itu Pilu   Bab 7

    "Pergi kamu dari sini!" Evan dengan marah menunjuk ke arah Tania.Tania menangis dengan menyedihkan sambil menarik tangan Evan. "Kak Evan, maafkan aku. Aku nggak melakukannya dengan sengaja. Maafkan aku sekali ini saja, ya."Sekarang ekspresi lemah Tania sudah tidak bisa membangkitkan simpati Evan lagi. Pria itu hanya menatapnya dengan tatapan dingin, lalu berkata, "Aku ulangi sekali lagi, pergi kamu dari sini!"Tania terdiam sebentar, lalu tiba-tiba tertawa keras. "Aku nggak akan pergi! Nggak akan! Evan, jangan harap kamu bisa menyingkirkanku!"Semua orang tidak bisa bereaksi ketika melihat penampilan Tania yang seperti orang gila.Ardi yang pertama kali berbicara, "Bawa dia ke kantor polisi."Tania memberontak dengan panik. "Lepaskan aku! Kalian lepaskan aku! Evan, Luna sudah pergi! Kenapa kamu masih nggak mau menerimaku? Dia sudah pergi!"Semua orang tidak berbicara lagi. Hanya ada suara teriakan Tania yang terdengar, sampai akhirnya suara itu benar-benar menghilang.Sinta melihat k

  • Terkadang Cinta Itu Pilu   Bab 6

    Tania yang dikurung di kamar, hanya bisa diam-diam menelepon Evan, berharap agar pria itu cepat kembali."Kak Evan, kamu pergi ke mana? Aku takut sekali. Bisakah kamu segera kembali untuk menemaniku?" ujar Tania.Evan mengusap keningnya, merasa sedikit lelah. "Aku akan segera kembali."Ketika Evan kembali ke sana, orang tuanya masih belum pergi. Keduanya hanya duduk di sana dengan wajah muram.Begitu melihat Evan kembali, Sinta segera melangkah maju untuk menanyakan kabarku, "Apa Luna sudah ketemu?"Evan menggelengkan kepala.Wajah Sinta dipenuhi dengan kekhawatiran. "Apa yang harus kita lakukan? Luna sedang hamil, bagaimana kalau sesuatu terjadi padanya?""Apa mungkin Luna pergi ke rumah sakit?"Evan tidak berani menceritakan tentang keguguranku. Dia khawatir Sinta tidak bisa menerimanya."Aku sudah pergi ke sana, dia nggak ada di rumah sakit. Bu, tenanglah, aku akan menemukan Luna," kata Evan."Di mana Tania?"Mendengar pertanyaan Evan, Sinta merasa makin marah, "Kamu masih sempat me

  • Terkadang Cinta Itu Pilu   Bab 5

    Aku kembali ke rumah dengan pikiran kosong. Aku menatap toples bintang itu, teringat akan anakku. Aku tidak bisa menahan diri lagi, langsung menangis dengan keras.Aku mengeluarkan surat lama yang menguning itu, menuliskan kata demi kata di belakang kertas surat.Tepat saat Evan ragu-ragu, Bibi Laras menelepon, memberi tahu Sinta tentang kabar kepergianku."Apa? Luna pergi?" tanya Sinta.Begitu mendengar kalimat itu, Evan akhirnya panik. Dia tidak peduli lagi dengan teriakan Tania di belakang, hanya ingin segera menemukanku.Ketika Tania melihat ini, dia hendak mengejar Evan, tetapi dihadang oleh orang-orang yang dibawa oleh orang tua Evan. Tania pun mendapatkan beberapa tamparan lagi."Atas dasar apa kalian berani menamparku?" ujar Tania."Karena aku adalah Ibu Evan!" Sinta menunjuk ke arah Tania, lalu berkata, "Kalau sesuatu terjadi pada Luna, jangan harap kamu bisa pergi dari sini hidup-hidup."Tania merasa ketakutan sampai terpaku di tempat. Dia tidak berani berbicara lagi.Evan me

  • Terkadang Cinta Itu Pilu   Bab 4

    Sudah keguguran sejak seminggu yang lalu.Seminggu yang lalu .... Seminggu yang lalu ....Evan mengingat kembali apa yang terjadi seminggu lalu.Seminggu yang lalu, aku datang menemui Evan, tetapi dia sedang menemani Tania. Kemudian, aku berlari keluar, sementara Tania pingsan karena menangis. Pada saat itu, Evan mendengar orang-orang membicarakan ada seseorang yang tertabrak di luar. Hanya saja, saat itu Evan hanya memikirkan Tania, tidak menoleh untuk mencariku.Evan menggelengkan kepala tidak percaya. Jika saat itu dia menoleh sejenak untuk melihatku, mungkin tidak akan terjadi apa-apa.'Pantas saja Luna juga berada di rumah sakit. Pantas saja dia terlihat sangat lemah saat itu,' pikir Evan.'Tapi kenapa dia nggak memberitahuku?'Pada saat ini, Ayah dan Ibu Evan, Ardi dan Sinta, tiba-tiba masuk.Ketika Sinta melihat Tania yang ada di belakang Evan, dia langsung marah besar. Dia berjalan menghampiri Tania secara langsung, lalu menamparnya. Ketika Tania melihat wanita yang tidak diken

  • Terkadang Cinta Itu Pilu   Bab 3

    Di bawah surat pemeriksaan ini ada selembar kertas surat yang sudah menguning.Itu adalah surat yang Evan tulis sendiri saat pertama kali menyatakan cinta padaku.Aku dengan lembut mengusap tulisan indah itu. Evan sudah bukan lagi dirinya yang dulu. Sekarang di matanya hanya ada Tania seorang.Evan tiba-tiba mendorong pintu untuk masuk. Ketika melihat wajahku yang penuh air mata, dia sedikit terkejut. "Kenapa kamu menangis?"Dia mendekat, ingin menghapus air mataku, tetapi aku menghindar."Luna, apa kamu baik-baik saja?" Evan sedikit bingung, tidak tahu harus berbuat apa.Aku menggelengkan kepala. "Aku baik-baik saja. Aku hanya teringat hari ketika mengetahui aku akan memiliki seorang anak."Evan melihat surat di tanganku, tampak sedikit terkejut.Hatiku langsung panik. Aku segera menarik surat itu."Tadi waktu mencari sesuatu, aku nggak sengaja mengeluarkannya," kataku.Evan menatapku dengan ragu, lalu berkata, "Kamu sekarang sedang hamil, nggak boleh sering menangis.""Aku baik-baik

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status