All Chapters of Objek Hasrat Tuan yang Memiliki Segalanya: Chapter 31 - Chapter 40

Elea mendengar dari kepala pelayan, Rendra sedang ada perjalanan bisnis ke luar negeri selama satu bulan.Sejak kejadian dia kedapatan berbohong dan ditinggalkan begitu saja setelah kejadian memalukan itu, Rendra belum berbicara apa pun lagi kepadanya. Pria itu hanya datang untuk memuaskan hasratnya, lalu pergi meninggalkan Elea dengan tubuh yang terasa remuk dan hati yang kosong.Elea mendengar kabar Rendra sedang melakukan perjalanan bisnis tepat setelah malamnya pria itu menggaulinya tanpa belas kasihan. Tubuhnya masih mengingat bagaimana tangan besar itu menyentuhnya kasar, sampai meninggalkan semburat-semburat kemerahan di kulitnya yang pucat.Lalu, meninggalkannya begitu saja setelah semuanya selesai. Sama seperti malam-malam beberapa waktu ke belakang ini. Rendra persis memperlakukannya seperti dia bukan manusia, melainkan alat untuk menyalurkan hasratnya.Elea bahkan tidak mempunyai waktu untuk marah. Yang tertinggal hanya rasa kosong, malu dan terhina.Satu bulan seharusnya

Elea masih dalam posisi telungkup ketika merasakan Rendra bangkit dari posisi berbaring di sampingnya. Setelahnya dia merasakan bibir pria itu mendarat di sepanjang kulit punggungnya yang telanjang. Elea sudah begitu cemas mengira Rendra akan memulai ronde selanjutnya. Namun, setelahnya dia tidak merasakan pergerakan apa pun. Matanya yang terpejam dia buka sedikit hanya untuk melihat Rendra — yang tubuh tinggi besarnya itu sudah berbalut jubah tidur — mengarah ke kamar mandi.Apa benar-benar sudah selesai?Apa pria itu akan meninggalkannya lagi seperti bagaimana seorang pria memperlakukan pelacur-pelacurnya — seperti bagaimana Rendra melakukan hal yang sama kepadanya dalam beberapa waktu ke belakang ini?Dadanya tiba-tiba berdenyut sakit saat pikiran itu melintas. Elea mengerutkan kening. Tidak mengerti kenapa dadanya merasa sakit… seolah sakit hati? Meski karena ditinggalkan begitu saja membuat harga dirinya begitu tercabik-cabik, tapi bukankah bagus dia jadi tidak menghabiskan wak

Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran Rendra ketika dia menyusun rencana serendah itu? Begitu manipulatif, begitu kejam, begitu tidak bermoral.Dia bahkan sampai menyuruh pengawal untuk mengawasi Bimantara. Rendra ingin tahu dengan pasti kapan lelaki yang berani melamar Elea itu akan muncul, kapan momen yang paling tepat untuk melaksanakan rencana gilanya.Dan ketika hari itu tiba, Rendra memberi instruksi kepada salah satu pelayan untuk menyuruh Bimantara datang menemuinya di paviliun. Di paviliun itu, Rendra menyiapkan panggungnya. Pintu dibiarkan terbuka, memberi kemudahan bagi Bimantara untuk melihat apa yang terjadi tanpa perlu repot-repot mengintip. Rencananya berhasil dengan sempurna sesuai keinginannya.Pria itu menyaksikan Elea yang mengejar pelepasannya di atas pangkuannya dengan wajah memucat. Dan Rendra memastikan pria itu melihat segalanya, setiap detail, setiap kepemilikan yang ditunjukkan pada Elea.Rendra tahu, ini lebih dari sekadar kejam. Ini penghinaan pada har

Belakangan ini, perasaan Elea begitu campur aduk. Di satu sisi, dia bete, kesal, keki — segala emosi yang menggambarkan betapa dia tidak suka karena sudah hampir dua minggu ini Rendra selalu pulang.Meskipun lebih seringnya larut, sehingga pria itu tidak mempunyai waktu untuk mengganggunya. Elea memang tak benar-benar menyadari momen pria itu pulang, kecuali ketika sebuah pelukan hangat dari belakang menyelimuti tubuhnya saat tidur buatnya sejenak terbangun, hanya untuk di detik selanjutnya kembali terlelap dalam pelukan pria itu.Meski malam harinya tidak berinteraksi, tapi paginya yang membuat Elea malas. Dia jadi harus menjalani rutinitas yang sebenarnya tak dia inginkan — memasangkan dasi di kerah kemeja pria itu sebelum berangkat kerja.Sebuah momen singkat yang selalu dimanfaatkan Rendra untuk mengganggunya. Gangguan itu berupa mencuri kecupan di bibirnya, mengecup pipinya atau bahkan dengan santainya meremas bokongnya atau membiarkan jemarinya berkelana di sekitar lekuk tubuhny

Dua minggu berlalu, selama itu pula Elea mengurung diri di kamar. Tidak ada satu pun yang mampu menggerakkannya. Tidak membaca buku. Bahkan merangkai bunga pun, aktivitas yang menjadi pelarian sekaligus terapinya, tidak bisa membuatnya ingin keluar dari kamarnya yang terkadang hanya diisi oleh suara televisi tanpa benar-benar ditonton. Segala sesuatunya terasa hambar, seperti hidupnya yang semakin kehilangan warna. Harapannya hancur lebur saat ibunya tiba-tiba menyuruhnya untuk meminta bantuan kepada Rendra agar membantu kakaknya tidak dipenjara karena kasus penipuan. Kebebasan yang baru saja tampak di depan mata kini kembali direnggut, membawa Elea kembali jatuh ke dalam jurang keputusasaan. Saat dia pada akhirnya memiliki kesempatan untuk melarikan diri, keadaan memaksanya menyerahkan dirinya lagi kepada pria yang selama ini menjadi sumber penderitaannya. Dunia seakan berkonspirasi untuk terus mengurungnya dalam lingkaran yang sama. Rasanya seperti, sekuat apa pun dia melawan,