Semua Bab Sayang, Aku Hanya Asal Omong!: Bab 61 - Bab 70

Alex balas melirik Henry sekilas.Henry berkata, "Itu cuma untuk menghormati leluhur kita. Sekarang adalah waktu paling awal dalam sehari, jadi sangat spiritual."Alex berkata dengan dingin, "Nggak perlu."Dia memasuki kamar barat dan Henry memilih untuk pergi.Ketika memasuki ruang tamu, Cindy sudah kembali. Cindy membawa secangkir teh dengan penuh perhatian, lalu membungkuk dan membuat dadanya makin menonjol.Terlihat menggoda."Pak Alex, silakan minum."Alex mengusap pelipisnya dan menatap dada kiri Cindy sambil menyipitkan matanya. "Apa kamu habis ditato?""Iya, bagus, 'kan?" Cindy pergi ke tempat tato sore tadi. Dia tahu Alex suka memandangi dadanya dan dia juga bisa menutupi bekas ciuman itu. Benar-benar sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.Alex memandangi tato bunga itu dan dengan mudah mengingat kembali kenikmatan malam itu.Dia menatap Cindy dengan santai. Anehnya, Cindy jelas-jelas terlihat lebih seksi, tetapi Alex tetap tenang saat menghadapinya."Bagus."Cindy sangat

"Apa yang kamu bicarakan?" Yovita tersenyum lebar. Dia menuangkan secangkir air panas untuk Jefan. "Kalau bukan karenamu, aku pasti akan lebih dirugikan. Kamu juga terluka karena aku.""Melindungimu adalah tugasku, tapi aku ....""Jangan bicara apa-apa. Terima kasih." Yovita tersenyum dan berkata, "Kita sudah saling kenal lebih dari setahun. Jangan bahas ini lagi. Kamu harus pergi ke rumah sakit.""Aku nggak bisa meninggalkanmu ...." Jefan merasa kata-katanya kurang tepat dan segera mengubahnya. "Aku bawahanmu, aku harus selalu berada di sisimu.""Kamu bisa melindungiku lebih baik kalau kamu sehat."Tepat pada saat itu, Bibi Sarti tiba dan berkata dengan dingin, "Yovita, antar makan siang ke Pak Davin nanti siang."Yovita berkata kepada Jefan, "Lihat, kamu harus pergi ke rumah sakit sekarang."Jefan akhirnya mengalah. "Iya."Benar-benar pria pelit kata.Yovita berpikir akan lebih baik jika Jefan tidak menceritakan semuanya kepada Bu Widya saat sedang mengawasinya.Siang harinya, dapur

Alex duduk di kursi belakang dan pintunya tidak tertutup, itu jelas menyiratkan sesuatu.Yovita ragu-ragu selama dua detik sebelum akhirnya pindah ke kursi belakang. Begitu masuk, Yovita meringkuk di sudut seperti bola.Tidak seorang pun tahu seberapa tebal keringat di telapak tangan dan punggungnya, apalagi seberapa cepat detak jantungnya.Tepat saat memasuki gang, Yovita tak sengaja melihat mobil Alex di kaca spion toko milik orang lain. Dia ingin berhenti berobat ke dokter, tetapi takut ketahuan menutupi kejahatannya, jadi ia memberanikan diri masuk ke rumah sakit. Dia tetap menemui dokter dan menanyakan sesuatu untuk membuat Alex tidak curiga.Dia tahu Alex pasti akan menyuruh seseorang menyelidikinya dan benar saja ....Yovita tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika Alex sampai tahu. Jika Yovita tidak melihat mobil Alex, dia pasti sudah segera menjalani pemeriksaan di rumah sakit.Waktu itu, Alex memberikan laporan kepada Bu Widya setelah mengetahui kebenarannya. Kali

Henry hanya diam. Dia pun tertawa.Alex menatapnya dan Henry langsung diam!"Apa kamu ketawa?""A … aku merasa kamu memperlakukan Nona Yovita dengan sangat berbeda. Kamu bahkan memujinya cantik dan manis. Di Artika Utara, aku cuma mendengarmu memarahi setiap wanita yang muncul di sekitarmu. Kamu nggak pernah memuji siapa pun."Begitu Henry selesai berbicara, seorang wanita lain pun muncul di luar kamar barat. Wanita itu tersenyum lembut dan melambaikan tangan kepada mereka.Alex berkata, "Kalau begitu, bukankah sikapku terhadap Cindy juga sangat berbeda?"Henry tidak mengatakan apa-apa, ya mungkin saja.Namun, di antara orang-orang yang pernah mengalami suka dan duka bersama, Henry bisa langsung tahu siapa yang Kak Alex perlakukan dengan berbeda.Ketika Alex kembali, Cindy segera memegang lengannya.Alex pergi ke kamar tidur untuk mandi dan Cindy menunggu di luar.Di bawah pancuran, Alex kembali mengenang momen canggung itu. Dia memikirkan betapa lamanya waktu itu dan tersenyum kecil.

Yovita memegangi perutnya yang sakit, wajahnya pucat dan keringat mengucur deras di dahinya. Dia tampak begitu ringkih seolah-olah embusan angin dapat meniupnya jatuh.Bibi Sarti duduk di dalam mobil, ekspresinya tampak meremehkan. "Sesakit apa sih? Kamu cuma pura-pura. Kalau kamu benar-benar nggak makan daging itu diam-diam, kamu tinggal menunggu kematian saja."Yovita sangat kesakitan hingga dia tidak mendengar sama sekali apa yang dikatakan Bibi Sarti. Perutnya kram.Ketika mereka kembali ke rumah Keluarga Darian, Bu Widya sudah menerima laporan pemeriksaan dan merasa sangat lega. Namun, dia masih ingin menghukum Yovita dan membuatnya berlutut di luar aula leluhur untuk bertobat.Di luar aula, bukan di dalam.Jadi, tidak ada tempat berlindung dari angin dan hujan.Sekarang sudah akhir Oktober dan cuaca makin dingin. Yovita takut dingin dan sedang hamil, jadi dia pingsan setelah berlutut kurang dari satu jam.Malam ini, tidak ada bulan dan lampu-lampu jalan redup. Dalam bayang-bayang