Pagi itu, langit Jakarta tampak mendung. Awan tebal menggantung, seolah menahan hujan yang sebentar lagi akan jatuh. Alya duduk di meja ruang tamu, menatap secangkir teh yang uapnya perlahan memudar. Wajahnya pucat, matanya sembab karena malam tadi hampir tak tidur sama sekali. Setiap kali memejamkan mata, ia kembali melihat tatapan Raka, senyum sinisnya, dan bayangan sosok berjaket hitam yang berdiri di belakangnya. Sosok itu begitu asing, namun kehadirannya meninggalkan rasa dingin yang menusuk, seperti ancaman tak kasatmata yang siap menyerang kapan saja. Ardi masuk membawa roti panggang di piring, lalu meletakkannya di hadapan Alya. “Kamu harus makan sesuatu. Kalau terus begini, tubuhmu bisa jatuh sakit.” Alya tersenyum tipis, tapi senyum itu tak mampu menutupi kegelisahan di wajahnya. “Aku nggak lapar, Di. Rasanya… seperti ada yang terus mengawasi kita.” Ardi menarik kursi, duduk di sampingnya, dan menatapnya lekat. “Justru karena itu kamu harus kuat. Alya, semalam kamu b
Terakhir Diperbarui : 2025-10-03 Baca selengkapnya