Semua Bab OTW Janda!: Bab 11 - Bab 20

Emma sudah menduga, liburan yang ia dan Chris lakukan bersama keluarga besarnya ke Florida, membuat kondisi rumah tangganya dengan Chris menjadi lebih buruk daripada sebelumnya. Jika sebelumnya Emma masih mau mendengarkan penjelasan Chris, pun tetap memiliki simpati besar untuk memahami bahwa mungkin ia hanya salah paham atau terlalu sensitif, kali ini tidak lagi. Interaksi Chris dan Evelyn yang berkali-kali ia lihat vila saat di Florida, membuatnya benar-benar tidak bisa lagi menyingkirkan rasa curiganya. Sudah hampir satu minggu pasca kembali dari Florida, Emma seperti memulai perang dingin dengan Chris di rumah. Ia bahkan memilih untuk pisah ranjang dengan Chris, tidur di kamar tamu. Ia melakukan itu demi mendapatkan ketenangan. Ia mencoba untuk fokus pada pekerjaan dan kesehatan kandungannya saja, tidak mau terlalu membebani pikirannya yang selalu berisik tiap kali berdekatan atau berinteraksi dengan Chris. Selain karena takut stres dan dapat berimbas pada kes

“ ... Semakin mudah bagiku untuk bercerai denganmu jika kau membuatku babak belur lagi malam ini. Jadi, ayo! Lakukanlah sekarang! Pukul aku!” Semakin Emma berani menantang dengan lantang, Chris justru semakin terdiam. Pria itu berusaha menahan amarah dan perasaan campur aduk yang sebenarnya siap berkobar-kobar. Rahangnya mengeras. Tangan kanannya yang terkepal, semakin terkepal kuat dan ia tahan saat Emma ingin memaksanya menggerakkan tangan itu untuk memukul wajah Emma. Sampai akhirnya, Chris menghentak tangan kanannya dengan keras agar Emma melepaskan tangan itu dan berhenti memaksa. “Jaga cara bicaramu padaku! Aku ini suamimu! Dan berhentilah menyebut cerai!” hardik Chris kemudian. Emma hanya tersenyum getir, kedua matanya sudah sangat basah karena membendung air mata, tetapi ia tetap menatap Chris dengan tatapan menantang. Sesaat kemudian, karena terdengar bunyi klakson dari taksi di depan rumah, Emma memutuskan untuk tak melanjutkan pertengkaran. Ia memega

Mulai malam ini, Emma memutuskan untuk melarikan diri dari rumah. Emma sangat berterima kasih pada Jenna, karena Jenna berbesar hati mengizinkan Emma tinggal di apartemennya untuk sementara waktu. Emma sudah berencana untuk tidak akan kembali lagi ke rumah Chris. Rumah itu sudah ia dan Chris tempati selama dua tahun lebih pernikahan mereka. Beberapa hari berlalu semenjak malam penuh keterpurukan yang Emma alami, bayang-bayang foto bugil Chris dan Evelyn masih terus memenuhi pikirannya. Dua hari pertama ia mulai menginap di apartemen Jenna, ia hanya menghabiskan hari-harinya untuk menangis tanpa henti. Sedang melakukan kegiatan apa pun, air matanya kerap tiba-tiba menetes tanpa bisa ia kendalikan. Emma kalut sekali. Rasa kecewa dan amarahnya yang penuh di dada, meledak berkali-kali. Dan tiap ledakan itu muncul, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menangis. Emma sempat kembali ke rumah Chris satu kali, saat siang hari ketika Chris tidak ada dan ia yakin Chr

“Andrew Costner Maurice. Aku kakak dari Maxwell.” Emma mengangkat kedua alisnya, sedikit terperangah mendengar jawaban Andrew. “Oh ... jadi ternyata Dokter Maurice punya kakak, ya? Kukira dia anak tunggal.” Andrew tak menjawab. Dia kembali mengerutkan kening saat lagi-lagi Emma menatapnya dengan intens. Wanita berambut hitam kecokelatan itu bahkan mendadak tersenyum kecil sambil bergumam, “Tampan juga. Memang bibit unggul.” Emma mungkin bermaksud bicara sendiri dengan kalimat itu. Tapi suaranya terlalu kencang untuk ukuran bergumam. Andrew yang duduk di sebelahnya, tentu dapat mendengar dengan jelas sejelas suara nyamuk hutan saat mendekati telinga. Hal itu membuat Andrew kian memberikan tatapan aneh pada Emma, tetapi tampaknya Emma tak menyadari kalau Andrew risi dengan ucapannya beberapa saat yang lalu. “Apa kau tinggal di sekitar sini juga?” tanya Emma kemudian. “Tidak. Aku tinggal di Australia.” Emma mendelik kaget. “Jauh sekali. Lalu kenapa kau

Dalam kurun waktu setengah jam saja, sudah sepuluh kali ponsel Emma berdering panjang, menandakan adanya telepon masuk beruntun. Itu telepon dari ibunya. Sengaja tak Emma angkat, sebab ia tahu kalau ia akan disuruh untuk datang ke rumah sang ibu, membicarakan masalah rumah tangga dan masalah antar saudara yang sedang terjadi padanya. Ini akhir pekan dan Emma benar-benar butuh istirahat. Seharusnya ia bisa tenang dan bersantai di apartemen Jenna yang nyaman, tetapi ia malah harus terganggu seperti ini. Telepon berulang itu sudah membuatnya merasa sangat tidak nyaman dan geram bukan main. Ingin memblokir nomor ibunya untuk sementara waktu, tetapi ia tidak sampai hati melakukan hal itu pada ibunya sendiri. Ingin mematikan daya ponselnya atau mengaktifkan mode ‘Jangan Ganggu’ di ponselnya agar sang ibu tidak bisa menelepon lagi, tetapi ia khawatir ada telepon darurat dari rumah sakit tempatnya bekerja dan ia malah tak menjawab. Alhasil, Emma tak punya pilihan lain