Suasana sore itu menurun tenang, tapi Hanif bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda. Mungkin karena jawaban Jannah yang begitu jujur, begitu tenang ketika menyebut dirinya ‘janda’. Tak ada getir, tak ada malu, hanya penerimaan yang anehnya justru membuat Hanif merasa segan.Ia berdeham kecil, mencoba menormalkan suasana. “Oh, maaf… saya nggak tahu. Terima kasih ya, udah mau jagain Abrisam. Kalau gitu, biar saya bawa pulang sekarang.”Hanif meraih tangan kecil Abrisam, tapi bocah itu justru menggeleng keras. “Nggak mau, Pa. Abrisam mau di sini aja.”Hanif menatap heran. “Hah? Loh, kenapa, Nak? Kan udah sore. Besok kamu main lagi ke sini, ya?”Tapi Abrisam malah bersembunyi di balik kaki Jannah, memeluknya erat. “Nggak mau pulang! Mau sama Tante Jannah aja.”Hanif menahan napas, matanya beralih ke Jannah yang tampak serba salah. Perempuan itu berjongkok, menatap Abrisam lembut. “Abrisam sayang, Papa kamu udah capek lho kerja seharian. Kamu harus pulang, biar bisa mandi, makan, terus ist
Last Updated : 2025-11-19 Read more