Tatapan Hanif langsung menajam, garis rahangnya mengeras. Ia melangkah satu tapak ke depan, berdiri tegak di antara Jannah dan Lavina seperti benteng yang tak ingin satu pun kata buruk menembus wanita di belakangnya.“Cukup, Lavina,” ucapnya tegas, suaranya berat dan dalam. “Aku masih menghargai kamu sebagai ibunya Abrisam, tapi bukan berarti aku akan diam kalau kamu merendahkan orang lain di rumah ini.”Lavina mengangkat dagunya, matanya menyipit. “Aku cuma bilang kenyataan, Hanif. Bukannya salah? Dia juga janda, kan?”Hanif menghela napas pelan, tapi nadanya tetap dingin. “Janda atau bukan, itu bukan urusanmu. Aku nggak menilai orang dari status masa lalunya. Aku tahu siapa Jannah, tahu perjuangannya, tahu ketulusannya.” Ia menatap Lavina tajam. “Dan justru di situlah bedanya dia dengan kamu.”Wajah Lavina memerah. “Maksud kamu apa?”“Maksudku,” ujar Hanif tanpa ragu, “kamu selalu lihat hidup dari permukaannya aja. Dari uang, penampilan, dan gengsi. Tapi Jannah nggak begitu. Dia pun
Last Updated : 2025-11-22 Read more