Hana berdiri kaku, matanya tak berkedip menatap sosok wanita itu. Tangannya gemetar, koper di genggamannya hampir terlepas. Napasnya tercekat, seolah dunia di sekitarnya mendadak hening.“Ibu…?” suara Hana lirih, pecah, antara tak percaya dan rindu yang membuncah.Wanita itu, Bu Lastri, menuruni anak tangga perlahan. Setiap langkahnya mantap, penuh wibawa, namun tatapannya lembut mengarah pada Hana. Ia tampak jauh berbeda dari bayangan Hana selama ini, kulitnya bersih terawat, tubuhnya anggun, wajahnya memancarkan kesejahteraan. Sama sekali tak ada tanda-tanda penderitaan yang dulu Hana takutkan.“Hana, Nak…” suara Bu Marsih bergetar. Begitu sampai di bawah, ia membuka tangannya lebar, seolah menunggu Hana berlari ke dalam pelukannya.Air mata Hana langsung tumpah. Ia menjatuhkan koper, lalu berlari memeluk ibunya erat-erat. “Ya Allah… Ibu… Ibu sehat? Ibu baik-baik saja? Aku kira… aku kira Ibu sudah tidak ada…”Pelukan itu hangat, begitu lama dirindukan. Bu Lastri membelai punggung Ha
Terakhir Diperbarui : 2025-11-02 Baca selengkapnya